kewajiban mas kawin/mahar ini berdasarkan dalil al-Qur'an dan hadits diantaranya firman Allah yang berbunyi :
"Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati (setubuhi) diantara mereka, berikanlah maharnya kepada mereka
(dengan sempurna)" (Q.S. al-Nisa' : 24)
Begitu juga dalam ayat selanjutnya : "Kawinilah mereka dengan seijin
keluarga mereka dan berikanlah mas kawin mereka sesuai dengan kadar yang
pas"
(Q.S. al-Nisa': 25)
Adapun mengenai batas-batasnya (maksimal atau minimal), mahar tidak mempunyai
batasan. Suami boleh memberikan mas kawin kepada isterinya berapapun jumlahnya sesuai dengan kemampuan
suami.
Pernah suatu kali Sahabat Umar bin Khattab ra. ketika menjabat sebagai khalifah membatasi mas kawin tidak boleh lebih dari 400
dirham, tindakan ini ditentang oleh seorang wanita yang mengatakan bahwa Allah telah berfirman :
"Dan jika kamu ingin menggantikan isterimu dengan isteri yang lain (karena
perceraian), sedang kamu telah memberikan kepada seseorang diantara mereka harta yang banyak
(qinthaar), maka janganlah kamu mengambil kembali darinya barang sedikitpun".
(Q.S. al-Nisa' : 20) Kalimat "qinthaar" dalam ayat ini bermakna : jumlah yang banyak tanpa
batas. Maka ketika itu Umar mengakui kekhilafannya atau kesalahannya seraya
berkata: "Wanita itu benar, Umarlah yang salah".
Tetapi walaupun demikian, agama tetap menganjurkan untuk mempermudah
hal-hal yang berhubungan dengan mas kawin seperti yang tertera dalam
sabda
Rasulullah:
"Sesungguhnya wanita yang paling banyak berkahnya adalah wanita yang paling
sedikit/murah mas kawinnya."
Para ulama dahulu berbeda pendapat dalam menentukan kadar minimal mas kawin:
1. Ulama Malikiyah berpendapat bahwa mas kawin minimal senilai 3 dirham. Mereka mengkiaskan
(menyamakan) hal ini dengan wajibnya potong tangan bagi pencuri ketika barang curiannya bernilai 3 dirham atau
lebih.
2. Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa mas kawin paling sedikit 10 dirham atau dengan yang
senilainya. Ini berlandaskan bahwa Nabi membayar mas kawin para isterinya tidak pernah kurang dari 10
dirham.
3.Ulama Syafi'iah dan Hanbaliyah berpendapat, tidak ada batas minimal,
yang penting bahwa sesuatu itu bernilai atau berharga maka sah
(layak) untuk dijadikan mas kawin (termasuk seperangkat alat salat).
Golongan ketiga ini mendasarkan pendapatnya pada (a) ayat "Dan
dihalalkan bagimu selain yang demikian
(wanita yang telah disebutkan dalam ayat 23-24 surat al-Nisa'), yaitu
mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk
dizinai" (Q.S. al-Nisa' : 24). Kalimat "amwaal" (Indonesia =
harta) dalam ayat ini lafadznya umum tanpa dibatasi dengan jumlah
tertentu, dan tidak ada dalil lain dari hadits atau
ijma' para sahabat yang mengkhususkan kalimat ini, maka keumumannya
wajib
diamalkan. (b) Hadits Rasulullah yang berbunyi : "iltamis walau
khaataman min
hadid" ("Berikanlah [mas kawin] walaupun hanya sebuah cincin yang
terbuat dari
besi). Selengkapnya hadits ini adalah sebuah kisah: suatu saat Nabi
didatangi seorang perempuan yang menginginkan agar Nabi berkenan
menikahinya. "Saya pasrahkan diri saya pada tuan", kata si perempuan.
Namun lantas Nabi berfikir agak
panjang.
Pada saat itulah berdiri seorang sahabat dan memberanikan diri menyatakan kepada
Nabi,
"Wahai Rasulullah, jika paduka tidak berkenan menikahinya, nikahkan saja perempuan itu
denganku".
"Apakah kamu memiliki sesuatu untuk dijadikan maharnya?"
"Saya tidak mempunya apa-apa kecuali kain sarung saya ini".
"Sarungmu?!. Lantas kamu nanti mau pakai apa jika sarung itu kamu jadikan
mahar? Carilah sesuatu".
"Sama sekali saya tak punya apa-apa".
"Carilah, walau hanya cincin besi".
Lelaki tadi lantas mencari-cari, namun memang dia tak punya apa-apa. Lalu kata
Nabi:
"Apakah kamu hafal beberapa (surat) dari al-Qur'an?".
"Oh ya, surat ini dan surat ini", dia mengatakan surat-surat yang
dihafalnya. Maka lantas Nabi menikahkan mereka, "Saya nikahkan kamu dengan perempuan itu dengan mahar apa yang kamu hafal dari
al-Qur'an".
Jelaslah dengan demikian, bahwa mahar itu tidak ada batasannya. Apapun bentuknya, berapapun
jumlahnya, sampai barang yang paling sederhana sekali, bahkan berupa bacaan al-Qur'an, yang penting bernilai dan
berharga, maka sah (layak) dijadikan mahar. Dan pendapat yang terakhir inilah yang paling rajih
(pendapat yang paling kuat argumen serta dalilnya).
Jumat, 12 Juli 2013
5
cari hadist: 2013
kewajiban mas kawin/mahar ini berdasarkan dalil al-Qur'an dan hadits diantaranya firman Allah yang berbunyi : "Maka isteri-isteri...
- PENDIDIKAN ANAK
حَدَّثَنَا الْقَعْنَبِيُّ عَنْ مَالِكٍ عَنْ أَبِي
الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى
الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ كَمَا تَنَاتَجُ
الْإِبِلُ مِنْ بَهِيمَةٍ جَمْعَاءَ هَلْ تُحِسُّ مِنْ جَدْعَاءَ قَالُوا
يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَرَأَيْتَ مَنْ يَمُوتُ وَهُوَ صَغِيرٌ قَالَ
اللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا كَانُوا عَامِلِينَ (رواه أبو داود)
Artinya :Menceritakan kepada kami Al-Qa’nabi dari Malik dari Abi Zinad dari Al–A’raj dari Abu Hurairah berkata Rasulullah saw bersabda : “Setiap bayi itu dilahirkan atas fitroh maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasroni sebagaimana unta yang melahirkan dari unta yang sempurna, apakah kamu melihat dari yang cacat?”. Para Sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah bagaimana pendapat tuan mengenai orang yang mati masih kecil?” Nabi menjawab: “Allah lah yang lebih tahu tentang apa yang ia kerjakan”. (H.R. Abu Dawud)
KANDUNGAN HADITS
Setiap anak dilahirkan atas fitrohnya yaitu suci tanpa dosa, dan apabila anak tersebut menjadi yahudi atau nasrani, dapat dipastikan itu adalah dari orang tuanya. Orang tua harus mengenalkan anaknya tentang sesuatu hal yang baik yang harus dikerjakan dan mana yang buruk yang harus ditinggalkan. Sehingga anak itu bisa tumbuh berkembang dalam pedndidikan yang baik dan benar.
Dalam proses pendidikkan anak ini, adakalanya orang tua bersikap keras dalam mendidik anak. Contohnya, pada umur tujuh tahun orang tua mengingatkan anaknya untuk melakukan sholat dan pada saat umur sepuluh tahun, orang tua boleh memukulnya ketika sianak tersebut tidak mengerjakan sholat.
Ketika anak tersebut oleh orang tuanya dijadikan seorang muslim maka anak tersebut harus menjalankan kewajiban-kewajibannya sebagai seorang muslim. Salah satunya adalah berbakti kepada kedua orang tuanya seperti firman Allah SWT.
“dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu- bapaknya”. (Q.S Al-ankabuut).
Alangkah tepat andai firman Allah tersebut kita baca berulang-ulang dan kita renungkan dalam-dalam. Sehingga Allah berkenan mengaruniakan cahaya hidayahnya kepada kita, mengaruniakan kesanggupan untuk mengoreksi diri dan mengaruniakan kesadaran untuk bertanya: “Telah seberapa besarkah kita memuliakan ibu bapak?”. Boleh jadi kita sekarang mulai mengabaikan orang tua kita. Bisa saja saat ini mereka tengah memeras keringat banting tulang mencari uang agar studi kita sukses. Sementara kita sendiri mulai malas belajar dan tidak pernah menyesal ketika mendapatkan nilai yang pas-pasan. Bahkan, dalam shalat lima waktunya atau tahajudnya mereka tak pernah lupa menyisipkan doa bagi kebaikan kita anak-anaknya.
Tetapi, berapa kalikah dalam sehari semalam kita mendoakannya? Shalat saja kita sering telat dan tidak khusyuk Rasulullah SAW menempatkan ibu “tiga tingkat” di atas bapak dalam hal bakti kita pada keduanya. Betapa tidak, sekiranya saja kita menghitung penderitaan dan pengorbanan mereka untuk kita, sungguh tidak akan terhitung dan tertanggungkan. Orang bijak mengatakan, “Walau kulit kita dikupas hingga telepas dari tubuh tidak akan pernah bisa menandingi pengorbanan mereka kepada kita.”
Jadi orang tua itu berperan penuh dalam proses mendidik anaknya, apabila anak itu sampai tidak mengenal agama (mengenal Allah) maka itu merupakan kelalaian orang tua.
2. ETIKA MENJAWAB PERTANYAAN KETIKA DALAM PEMBICARAAN PENTING
– حدثنا محمد بن سنان قال: حدثنا فليح (ح). وحدثني إبراهيم بن المنذر قال: حدثنا محمد بن فليح قال: حدثني أبي قال: حدثني هلال بن علي، عن عطاء بن يسار، عن أبي هريرة قال:
بينما النبي صلى الله عليه وسلم في مجلس يحدث القوم، جاءه أعرابي فقال: متى الساعة؟. فمضى رسول الله صلى الله عليه وسلم يحدث، فقال بعض القوم: سمع ما قال فكره ما قال. وقال بعضهم: بل لم يسمع. حتى إذ قضى حديثه قال: (أين – أراه – السائل عن الساعة). قال: ها أنا يا رسول الله، قال: (فإذا ضعيت الأمانة فانتظر الساعة). قال: كيف إضاعتها؟ قال: (إذا وسد الأمر إلى غير أهله فانتظر الساعة).
Artinya: Muhammad bin Sinan menceritakan kepadaku, beliau berkata, Falih menceritakan kepadaku dan Ibrahim bin Mundzir menceritakan kepadaku, beliau berkata, Muhammad bin Falih menceritakan kepadaku, beliau berkata, Bapakku menceritakan kepadaku, beliau berkata, Hilal bin Ali menceritakan kepadaku dari atho’ bin Yasar dari Abi Hurairah beliau berkata,”pada suatu hari Nabi SAW dalam suatu majlis sedang berbicara dengan sebuah kaum, datanglah kepada beliau orang badui dan bertanya,” kapan kiamat datang?” maka Rasulullah meneruskan pembicaraannya. Maka sebagian kaum berkata,” beliau dengar apa yang diucapkan dan beliau tidak suka apa yang dikatakannya.” Sebagian lagi berkata,” beliau tidak mendengarnya.” Setelah beliau selesai dari pembicaraannya beliau berkata,” dimana orang yang bertanya tentang kiamat?.” Saya ya Rasulullah.” Beliau bersabda,”Ketika amanat disia-siakan maka tunggu saja kedatangan kiamat.” Orang itu bertanya lagi,” Bagaimana menyia-nyiakan amanat?.” Beliau bersabda: Ketika sesuatu perkara diserahkan kepada selain ahlinya maka tunggulah datangnya kiamat ( kehancurannya ).”
(HR. Bukhori bab Barangsiapa ditanyai suatu ilmu sementara dia sedang sibuk berbicara maka selesaikan pembicaraannya lalu jawab pertanyaannya).
Hadis di atas memberikan pelajaran pada kita dua hal:
(1). Kita hendaknya jangan memotong pembicaraan orang lain ketika hendak bertanya tentang suatu ilmu, karena memotong pembicaraan orang lain untuk tujuan apapun tidak dibenarkan sama sekali. Termasuk di dalamnya adalah menginterupsi guru atau dosen yang sedang mengajar dengan sebuah pertanyaan sebelum sang guru/dosen tersebut memberikan waktu khusus untuk bertanya kepadanya. Memotong pembicaraan guru atau dosen termasuk su’ul adab kepada sang guru, dan itu bisa mengurangi keberkahan ilmu yang ia dapatkan,
(2). Apabila si penanya telah menyampaikan pertanyaannya sementara kita masih serius dalam pembicaraan maka kita lanjutkan pembicaraan sampai selesai, baru kemudian menjawab pertanyaan yang disampaikan, hal itu dimaksudkan agar tujuan dari pembicaraan tidak terputus.
Disamping itu hadis di atas juga memberikan informasi pada kita tentang profesionalisme kerja, segala sesuatu harus diserahkan kepada yang membidanginya atau orang yang berkompeten terhadapnya. Sebab menyerahkan sesuatu kepada selain ahlinya hanya akan menyebabkan kehancuran semata. Begitu juga dalam pendidikan, kompetensi guru mutlak diperlukan dalam rangka menunjang mutu pendidikan, sebab tanpa ditangani guru yang kompeten maka tujuan pendidikan tidak akan pernah dapat dicapai.
3. KEUTAMAAN MAJELIS ILMU
– حدثنا إسماعيل قال: حدثني مالك، عن إسحاق بن عبد الله بن أبي طلحة: أن أبا مرة مولى عقيل بن أبي طالب أخبره: عن أبي واقد الليثي:
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم بينما هو جالس في المسجد والناس معه، إذ أقبل ثلاثة نفر، فأقبل إثنان إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم وذهب واحد، قال: فوقفا على رسول الله صلى الله عليه وسلم، فأما أحدهما: فرأى فرجة في الحلقة فجلس فيها، وأما الآخر: فجلس خلفهم، وأما الثالث فأدبر ذاهبا، فلما فرغ رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: (ألا أخبركم عن النفر الثلاثة؟ أما أحدهم فأوى إلى الله فآواه الله، وأما الآخر فاستحيا فاستحيا الله منه، وأما الآخر فأعرض فأعرض الله عنه). [462].
Ismail menceritakan kepadaku, beliau berkata, Malik menceritakan kepadaku, dari Ishak bin Abdullah bin Abi Tholhah sesungguhnya Abu Marrah budak dari Aqil bin Abi Thalib memberikan informasi kepadaku Dari Abi Waqid Al Laitsi r.a., dia berkata : “ Pada suatu waktu Rasulullah saw sedang duduk di masjid kemudianh datanglah tiga rombongan manusia, yang dua kelompok menghadap rasulullah saw, sedang yang satunya melihat tempat senggang dalam majelis itu, maka duduklah mereka. Sedangkan yang lain duduk di belakang mereka, sedangkan kelompok ketiga pergi dan berpaling. Setelah itu Rasulullah saw bersabda: “ Adakah belum aku beritahukan kepadamu tentang tiga kelompok manusia tersebut ?. adapun kelompok pertama adalah mencari keridhoan Allah swt, maka Allah ridho pula kepada mereka, adapun yang lainnya mereka malu kepada Allah, maka Allahpun malu kepada mereka. Sedangkan yang satunya lagi mereka berpaling dari keridhoan Allah, maka Allahpun berpaling dari mereka.
(HR. Bukhori, Bab Orang yang duduk ketika sampai kesuatu majelis, dan Orang yang melihat celah dalam halaqoh lalu ia duduk di dalamnya).
Hadis di atas menceritakan tentang keutamaan bermajelis ilmu, bahkan dalam hadis lain Rasulullah mensifati majelis ilmu dengan sebutan Riyadhul Jannah ( taman surga ). Dimanapun kita berada apabila kita lewat atau melihat halaqatul ilmi ( majelis ta’lim ) maka seyogyanya kita berhenti sejenak dan bergabung didalamnya dengan tujuan mencari ridho Allah swt, jika itu kita lakukan maka Allahpun akan Ridho terhadap kita. Subtansi hadis tersebut adalah merangsang para pencari ilmu agar mencintai majelis ta’lim, sekolah, kampus ataupun tempat-tempat ilmu lainnya.
Sekaligus larangan bagi kita untuk berpaling dari majelis ilmu, dengan kata lain bahwa pulang dari kampus ketika ada dosen adalah termasuk dalam kategori orang yang berpaling dari keridhoan Allah. Ketika kita berpaling dari keridhoan Allah maka Allahpun akan berpaling dari kita. Ketika Allah berpaling dari kita, siapa lagi yang kita harapkan akan memberikan pertolongan kepada kita ?.
4. PENTINGNYA PENDIDIKAN AGAMA
– حدثنا سعيد بن عفير قال: حدثنا ابن وهب، عن يونس، عن ابن شهاب قال: قال حميد بن عبد الرحمن: سمعت معاوية خطيبا يقول:
سمعت النبي صلى الله عليه وسلم يقول: (من يرد الله به خيرا يفقهه في الدين، وإنما أنا قاسم والله يعطي، ولن تزال هذه الأمة قائمة على أمر الله، لا يضرهم من خالفهم، حتى يأتي أمر الله).
Hamid bin Abdirrahman berkata, aku mendengar Muawwiyah berkata, aku mendengar Rasulullah saw Bersabda:” Barangsiapa yang dikehendaki oleh Allah menjadi orang yang baik, maka Allah akan memberikan kepadanya pengetahuan dalam Agama, sesungguhnya aku adalah orang yang membagi sementara Allah adalah sang pemberi, umat ini tidak akan pernah berhenti menegakkan perintah Allah, dan tidak akan medhoroti mereka, orang-orang yang menentangnya sampai datang hari kiamat.
(HR. Bukhori, Bab Siapapun yang dikehendaki Allah menjadi baik, maka Allah pahamkan ia dalam masalah agama).
Hadis di atas menerangkan kepada kita bahwa kehendak Allah untuk menjadikan kita baik,itu digantungkan dengan kepahaman kita menyangkut agama. Ilmu agama adalah ilmu yang berkaitan dengan akhlak, maka dengan semakin tinggi pemahaman seseorang terhadap masalah agama maka akan semakin baik pula akhlak dan perilakunya yang puncaknya bisa mengantarkannya menjadi orang yang takut kepada Allah semata. Kalau dewasa ini kita sering melihat seseorang yang dalam pengetahuan agamanya namun dia justeru makin tenggelam dalam kesesatan, itu dikarenakan ia salah dalam mengaplikasikan ilmunya. Dia hanya pandai beretorika namun hampa dari pengamalan. Imam Ali Karramallahu Wajhah pernah berkata,” Bahwa yang dikatakan orang Alim bukanlah orang yang banyak ilmunya, namun yang dinamakan orang alim adalah orang yang bias mengamalkan ilmunya.” Rasulullah memberikan peringatan kepada kita dengan sabdanya “ barangsiapa makin tambah ilmunya namun tidak bertambah hidayahnya, maka ia semakin bertambah jauh dari Allah swt.” Bahkan Allah dengan tegas mengatakan bahwa yang disebut ulama hanyalah orang yang takut kepadaNya semata.” Innama Yakhsyallaha min ibaadihil ulamaa’.”
Jadi hadis di atas harus dipahami bahwa orang yang dapat mengamalkan ilmu agamanya itulah orang yang dikehendaki Allah menjadi baik.
5. KOMPETISI YANG SEHAT DALAM PENDIDIKAN
73 – حدثنا الحميدي قال: حدثنا سفيان قال: حدثني إسماعيل بن أبي خالد على غير ما حدثناه الزهري قال: سمعت قيس بن أبي حازم قال: سمعت عبد الله بن مسعود قال:
قال النبي صلى الله عليه وسلم: (لا حسد إلا في اثنتين: رجل آتاه الله مالا فسلط على هلكته في الحق، ورجل آتاه الله الحكمة فهو يقضي بها ويعلمها).
Humaidiy menceritakan kepadaku, dia berkata sufyan menceritakan kepadaku, dia berkata, Ismail bin Kholid atas selain apa yang diceritakan Azzuhri menceritakan kepadaku, dia berkata, aku mendengar Qais bin Abi hazim berkata, aku mendengar Abdullah Bin Mas’ud berkata, Nabi Muhammad Saw bersabda : ”Tidak dosa hasud kepada dua orang, pertama kepada laki-laki yang Allah telah berikan harta kepadanya, maka ia habiskan dalam kebenaran, kedua laki-laki yang Allah berikan kepadanya Ilmu hikmah, maka ia memutuskan perkara dengannya dan mengajarkannya.
( HR. Bukhori).
6. TAHU KONDISI DAN BELAJAR MEMAHAMI ORANG LAIN
– حدثنا محمد بن كثير قال: أخبرنا سفيان، عن ابن أبي خالد، عن قيس بن أبي حازم، عن أبي مسعود الأنصاري قال:
قال رجل: يا رسول الله، لا أكاد أدرك الصلاة مما يطول بنا فلان، فما رأيت النبي صلى الله عليه وسلم في موعظة أشد غضبا من يومئذ، فقال: (أيها الناس، إنكم منفرون، فمن صلى بالناس فليخفف، فإن فيهم المريض والضعيف وذا الحاجة).
Muhammad bin Katsir menceritakan kepadaku, beliau berkata,Sofyan menginformasikan kepadaku, dari Ibnu Abi Kholid, dari Qois bin Abi Hazim, dari Abi Mas’ud Al Anshoriy, beliau berkata, seorang laki-laki mengadu kepada Nabi, Ya Rasulullah, hampir-hampir aku tidak dapat mengikuti sholat karena fulan memanjangkan bacaannya kepada kami. Maka aku tidak pernah melihat Nabi saw dalam memberikan nasehatnya lebih marah dibanding pada hari itu, kemudian beliau bersabda : Wahai manusia, sesungguhnya kalian adalah orang yang membuat lari, barangsiapa sholat bersama dengan manusia maka ringankanlah, karena sesungguhnya di dalamnya terdapat orang yang sakit, orang yang lemah maupun orang yang mempunyai keperluan.
(HR Bukhori. Bab Marah dalam memberikan nasehat dan pelajaran ketika melihat hal yang tidak disukai).
7. Tentang Penguasaan Ilmu
وعن ابن عبا س رضي الله تعلا عنها انه قال : للعلماء درجات
فوق درجاة المؤمنين بسبعما ئة درجا ت. ما بين الد رجتين خمسا ما ئة سنة.
يقا ل: الئلم افضل من الئمل بخمسة او جة : الاول الئلم بغير عمل يكون
والئمل بغير علم لا يكون. و الثا ني الئلم بغير عمل ينفع والئمل بغير علم
لا ينفع. والثا لث الئملل لازم والئمل صفة الئباد. والصفة الله افضل من صفة
الئباد. (اخرجه درة الناصحين) (رواه احمد)
Artinya:“Dari Ibnu Abbas RA berkata: bagi
orang-orang yang berilmu (ulama) beberapa derajat diatas derajat orang
mukmin dengan berbanding 700 derajat. Antara derajat yang satu dengan
yang lain mencapai 500 tahun dikatakan: “ilmu lebih utama dari amal
melalui 5 sistem: 1) Ilmu tanpa amal pun tetap ada, dan amal tanpa ilmu
tak akan bisa, 2) Ilmu tanpa amal bisa manfaat, dan amal tanpa ilmu tak
ada manfaatnya, 3) Amal adalah permistian, dan ilmu yang menerangi
seperti lampu, 4) Ilmu adalah ucapan para nabi, 5) Ilmu adalah sifat
Allah, dan amal adalah sifatan hamba, sementara sifat Allah lebih utama
dari sifatan Hamba”. (Durrotun Nasihin) (H.R. Ahmad)
وقال ابن مسعود رضي الله عنه : عليكم بالئلم قبل ان يرفع ور
فعه موت رءاته فوالذي نفس بيده ليعدن رجا ل قتلوا في سبيل الله شهداء
انتبشهم الله علماء لما يرون من كرا مثهم فان احدا لم يعلد عا لما وانما
الئلم باالتعلم. (رواه الترمذ)
Artinya:“Ibnu Mas’ud RA berkata: kalian mesti
berilmu (menguasai ilmu) sebelum mati menjemput. Maka demi “dzat” yang
menguasai diri yang menyayangi seseorang yang meninggal di jalan Allah
dengan mati syahid. Sesungguhnya Allah akan membangkitkannya (ulama)
karena kemuliaannya. Sesungguhnya seorang dilahirkan tanpa ilmu dan ilmu
bisa di dapat melalui dipelajari”. (H.R. Tirmidzi)8. Harus Menghayati Apa yang Diajarkan
وعن العرباض بن سارية رضي الله عنه قال : وعظنا رسول الله صلى
الله عليه وسلم:مو عظة وجلت منها القلوب وذرفت منها العيون (رواه ترمذي)
Artinya:“Dari I’rbad bin Sariyah RA ia berkata:
Rasulullah SAW memberikan nasehat (pengarahan) pada kami, dan hentikan
bergerak hingga keluar air mata kami karenanya”. (H.R. Tirmidzi)
وعن ابي واقه اليس ان رسولالله صل الله عليه وسلم: بينما هو
جا لسه في المسجد والناس معه اذ اقبل ثلاثة نفر فاقبل اثنان الى رسول الله
صلى الله عليه وسلم: وذهب واحد قال فوقفا الى رسول الله صلى الله عليه
وسلم. فامااحدهما فراى فرجة فى الحلقة فجلس فيها واما الاخر فجلس خلفهم
واما الثالث فادبرذاهبا فلما فرغا رسول الله صلى الله عليه وسلم قال:
الااخبركم عن النفر الثلا ثة. واما الاخر فاعرض الله فاعرض الله عنه.
(اخرجه البخاري)
Artinya:“Dari Abi Allaisi, ia berkata sesungguhnya
Rasulullah SAW ketika beliau sedang duduk di mesjid bersama orang-orang
pada saat itu datang 3 kelompok, kemudian yang 2 tersebut menunggu
Rasulullah SAW. sementara diantara mereka yang satu melihat ruang
kemudian ia duduk, sementara yang lainnya lagi duduk dibelakang orang
banyak. Dan orang yang ke 3 membelakangi lalu pergi. Ketika Rasulullah
SAW selesai dari pembicaraannya beliau berkata: ingat!! Aku informasikan
tentang 3 kelompok tadi, satu dari semua itu mereka mencintai Allah dan
Allah pun mencintainya, kemudian yang lainnya merasa malu, maka Allah
pun malu akannya. Sementara yang lain lagi ia berpaling, maka Allah pun
berpaling darinya”. (H.R. Bukhari)9. Mampu Mengendalikan Diri
عجبا لأمرالمؤمن، ان أ مره كله لخير، وليس لأحد الا للمؤ من،
ان اصابته سرا شكرا، وكان خير له، وان اصابته ضراء صبر، فكان خيرا له (رواه
امام احمد)
Artinya:“Keitimewaan (takjub) dari urusan seorang
mu’min. Sesungguhnya segala urusan mu’min itu baik, dan tidak ada
seorang pun yang memilikinya melainkan orang mu’min (orang yang memiliki
ilmu) atau (orang yang hidupnya berkendali ilmu): apabila ia dapat
keburukan, ia akan bersyukur dan akhirnya dapat kebaikan dan apabila
mendapat madharat, ia selalu sabar, maka kebaikan pulalah yang ia
dapatkan”. (H.R. Ahmad)10. Pentingnya Menjadi Guru
العلم خازائن، ومفتا حها السؤال، فاسألوا يرحمكما الله، فانه يؤجر فيه اربعة – السا ئل، والمستمع، والمحب لهم (رواه ابو نعيم عن على)
Artinya:Ilmu adalah gudang dan kuci pembuka gudang
tersebut adalah pertanyaan/ permintaan. Maka kalian bertanyalah (pada
guru / ulama) maka kalian akan di rahmat Allah, sesungguhnya ada empat
orang yang akan pendapat / diberi pahala yaitu, orang yang bertanya,
yang mengajarkan, yang mendengarkan, dan yang mencintai pada orang-orang
tersebut. (H.R. Abu Nua’im dari Ali)مختارالاحاديث
قال النبي صلى الله عليه وسلم: قوام الد نيا بأربعة اشياء: او
لها بعلم العلماء والثانى بعدل الأ مراء والثالث بسخاوة الأغنياء والرابع
بدعوة الفقراء ولو لا دعاء الفقراء لهلك الأ غنياء ولوعدل الأمراء لأ كل
بعض الناس بعضا كما يأ كل الذنب الغنم (الحديث)
Artinya:“Berdiri tegaknya dunia dengan empat hal: 1)
dengan ilmu para ulama (guru) 2) dengan adilnya pemimpin, 3) dengan
murahnya agniya (orang kaya), 4) dengan do’anya orang fakir. Jika bukan /
tidak karena ilmunya ulama (guru) maka rusaklah orang-orang bodoh, dan
jika bukan karena murahnya orang kaya maka rusaklah orang-orang fakir,
dan jika bukan karena do’anya orang fakir maka rusaklah orang kaya, dan
jika tidak dengan adilnya pemimpin maka manusia satu sama lain akan
saling tindas dan binasakan / saling terkam, seperti serigala menerkam
kambing”.11. Salah Satu Sifat Pendidik Adalah Penyantun
وعن معا وية بن الحكم السمي رضي الله عنه قال: بينا انا اصلى
مع رسول الله صلى الله عليه وسلم، اذ عطس رجل من القوم فقلت: يرحمك الله،
فرما نى القوم بابصرهم، فقلت واثكل امياه، ما شأ نكم تنظرون الي؟ فجعلوا
فيضربون بأيديهم على افخادهم، فلما رأيتهم يصمتوننى لكنى سكتن فلما صلى
رسول الله عليه وسلم : فبابى هو وامى ما رأيت معلما قبله ولا بعده احسنى
تعليما منه، فوالله ماكرحرنى ولا ضربن ولا شتمن، قال ان هذه الصلاة لا يصلح
فيها شين من كلام الناس، انما هي التسبيح والنكبير وقرأة القرأة القران،
اوكما قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: قلت يا رسول الله انى حديث عهد
بجا هلية، وقد جاءالله با الاسلام، وان منا رجالا يأتون الضان قال فلا
تأتيهم قلت: ومنارجال يتطيرون، قال: ذلك شئ يجيد نه فى صدورهم فلا يصد هم
(رواه مسلم)
Artinya:“Dari Mu’awiyyah bin Hakam Sulamy RA ia
berkata: ketika aku shalat bersama Rasulullah SAW pada saat itu ada
seseorang yang bersin-bersin, kemudian aku ucapkan “yarhamukalloh”
(semoga Allah menyayangimu) maka mereka (kaum) pada meroleh kepadaku,
kemudian aku berkata: “celakalah ibu-ibu orang itu” apa yang membuat
kalian melihat aku? maka mereka serentak memukuli pahanya dengan
tangannya, lalu ketika aku melihat pada mereka, mereka minta aku untuk
diam / jangan bicara. Tetapi akhirnya aku diam, maka ketika Rasulullah
SAW melaksanakan shalat, “semoga jadi penebus dosa bapak dan ibuku” aku
tak pernah melihat seorang pendidik (guru) sebelumnya dan juga
sesudahnya yang lebih baik cara mendidiknya dari Nabi SAW. maka demi
Allah, aku tidak dibentuk, tidak dipukul, tidak pula dimaki, akan tetapi
beliau berkata: sesungguhnya shalat itu tidak dibenarkan ada suatu hal
dari ucapan manusia, sesungguhnya shalat itu ialah: Tasbih, Takbir dan
Baca Al-Quran,” atau seperti Rasulullah SAW bersabda: aku berkata: “Ya
Rasulullah, sesungguhnya aku orang baru di zaman jahiliyyah, dan Allah
mendatangkan islam, dan diantara kami ada orang yang mendatangi dukun,
Nabi berkata: “jangan datangi mereka, aku berkata: dan diantara kami ada
yang bertaruh pada burung, Nabi berkata: itu semua bisa ditemukan pada
hati-hati mereka, maka ia tak akan menolaknya”. (H.R. Muslim)12. Orangtua Wajib Mendidik Anaknya
كل مولود يولد على الفطرة فأبوه يهودا نه او ينصرانه واويمجسانه (رواه مسلم)
Artinya: “Setiap
bayi itu lahir atas kesucian, maka kedua orangtuanya lah yang akan
menjadikannya yahudi, nasrani, atau majusi”. (H.R. Muslim)
وعن عمروبن شعيب عن ابيه عن جدهرضي الله عنه قال: قال رسول
الله صلى الله عليه وسلم: مروااولادكم با الصلاة وهم ابناء سنين واضربوهم
عليها وهم ابناء عشر، وفرقوا بينهم فى المضاجع (حديث رواه ابودود با سناد
حسن)
Artinya: “Dari Amru bin Syu’aib dari bapaknya dari
kakeknya RA berkata: Rasulullah SAW bersabda: perintahkan anak-anakmu
untuk melaksanakan shalat, ketika mereka sampai di usia 7 tahun,
kemudian pukul mereka karena meninggalkan shalat jika telah sampai usia
10 tahun dan pisahkan diantara mereka di tempat tidurnya”. (H.R. Abu
Daud)13. Orangtua Harus Memberikan Pendidikan Terbaik
عن جا بربن سمرة قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: لأن يؤدب الرجل ولده خير له من ان ينصدق بصاع (رواه الترمذ)
Artinya:“Dari Jubair bin Samurah RA ia berkata:
Rasulullah SAW bersabda: sungguh bahwa seseorang mendidik anaknya adalah
lebih baik daripada ia bersedekah satu sha”. (H.R. Tirmidzi)14. Manajer Pendidikan Harus Bertanggung Jawab
عن حديفة ابن اليمان رضى الله عنه قال: قال رسول الله صلى
الله عليه وسلم: من لا يحتم بأمره المسلمين فليس منهم ومن لا يصبح ويمس نا
صحا لله ولرسوله ولكتابه ولامامه ولعامة المسلمين فليس منهم (رواه
الطبرانى)
Artinya: “Dari riwayat Hudaifah ibnil Yaman
RA berkata: Rasulullah SAW bersabda: Barang siapa yang tidak
memperhatikan kepentingan kaum muslimin maka ia tidak termasuk golongan
mereka, dan barang siapa pada waktu pagi dan petang tidak memberi
nasihat bagi Allah, kitabnya, imamnya, dan umumnya muslimin, maka ia
juga tidak termasuk golongan mereka”. (H.R. At-tabrany)15. Kewajiban Mengajar
مثل ما بعثني الله به من الهدى والعلم، كمثل غيث اصاب ارضا
فكا نت منها طا ئفة طيبة قبلت الماء، فأنبتت الكلا والعشب الكشير وكان منها
طا ئفة طيبة قبلتالماء فنفع الله بها الناس فشربوا منها وسقوا وزرعوا،
واصاب طا ئفة منها اخرى، انما هي قيان لا تمسك ماء، فعلم وعلم، ومثل من لم
يرضع بذالك رأسا ولم يقبل هدى الله الذي ارسلت به.. (زواه ابو موس الا
شعرى)
Artinya:“Perumpamaan tuntunan hidayah dan ilmu yang
diutuskan Allah padaku bagaikan hujan yang turun ke tanah ada tanah yang
subur menerima air, dan menumbuhkan tanaman dan rumput yang banyak, dan
ada yang kering hanya dapat menahan air sehingga orang dapat mengambil
minum dan mengairi tanaman, dan ada yang keras tidak dapat menahan air
dan tidak dapat menumbuhkan tumbuh-tumbuhan. Demikianlah contoh orang
yang dapat mengerti agama Allah dan memanfaatkan akan apa yang di utus
aku (Nabi) dengannya oleh Allah, lalu belajar dan mengajar dan
perumpamaan orang yang tidak mengangkat kepala dengan tidak belajar dan
mengajar, dan ada orang yang sama sekali tidak dapat petunjuk ajaran
Allah”. (H.R. Abu Musa Al-As’ary)16. Pentingnya Ilmuwan / ulama
روي عن النبي صلى الله عليه وسلم: من اهان خمسة خسر خمسة : من
استخف با العلماء خرالدين، ومن استخف با الامراء خسرالدنيا ومن ستخف با
الجيران خسرالمنا فع ومن استخف با الاقرباء خسرا المودة، ومنن استخف بأ صله
خسر طيب المعيثة (رواه البخاري)
Artinya:“Diriwayatkan dari Nabi SAW. Barang siapa
yang merendahkan lima hal, maka akan rugi pada lima hal: satu siapa yang
meremehkan ulama, maka akan rugi dalam hal agama, dan barang siapa yang
merendahkan pemimpin, akan rugi hal dunia, dan siapa yang meremehkan
tetangga, akan rugi kebaikannya”. (H.R. Bukhari)17. Keutamaan Orang Yang Mengajar
عن ابي درداء قال: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول:
فضل العا لم على العابد كفضل القمر على الكو كب، وانما االعلماء ورثة الآ
نبياء, وان الآ نبياء لم يورثوا دينارا ولادرهما، انما ورثوالعلم، فمن اخده
اخد بحظ وكفر (رواه ابو داود والتر مذى)
Artinya:“Dari Abi Darda ia berkata: Saya
mendengar Rasulullah SAW beliau bersabda: keutamaan orang alim dibanding
ahli ibadah adalah seperti keutamaan bulan dibanding bintang-bintang,
sesungguhnya para ulama itu pewaris para Nabi, dan sesungguhnya para
Nabi tidak mewariskan dinar dan tidak pula dirham, sesungguhnya mereka
mewariskan ilmu, maka barang siapa mengambil warisan itu berarti ia
mengambil bagian yang sempurna”. (H.R. Abu Daud dan Tirmidzi).18. Motivasi Belajar
عن ابى هريرة رضى الله عنه ان رسول الله قال: ومن سلك طريقا يلتمس فيه علما سهل الله له طريقا الى الجنة (رواه مسلم)
Artinya: “Dari Abu Hurairah RA Rasulullah SAW
bersabda: Dan barang siapa menjalani akan suatu jalan, untuk mencari
ilmu pengetahuan, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju
syurga”. (H.R. Muslim)
عن ابن مسعود رضي الله عنه قال سمعت رسول الله صلى الله عليه
وسلم يقول: من تعلم با با من العلم ليعلم الناس اعطي ثواب سبعين صديقا
(رواه ابو داود)
Artinya: “Ibnu Mas’ud RA berkata: Saya mendengar
Rasulullah SAW bersabda, Barang siapa yang mempelajari satu bab dari
ilmu dengan tujuan untuk menyampaikan kepada umat manusia, maka ia
diberi pahala seperti tujuh puluh sodikin”. (H.R. Abu Daud)19. Kewajiban Belajar
عن انس بن مالك رضي الله عنه ان النبي صلى الله عليه وسلم
قال: اطلب العلم ولو باالصين، فان طلب العلم فريضة على كل مسلم، ان الملا
ئكة تضع اجنتها الطا لب العلم رضا بما يطلب (رواه ابن عبد البر)
Artinya: “Dari Anas bin Malik RA sesungguhnya
Rasulullah SAW bersabda: carilah ilmu meskipun di negeri Cina, karena
sesungguhnya menuntut ilmu adalah fardu / wajib bagi setiap muslim,
sesungguhnya malaikat meletakkan sayap-sayapnya bagi orang yang menuntut
ilmu karena rela terhadap apa yang ia tuntut”. (H.R. Ibnu Abdil Bar)20. Ulama Adalah Pewaris Nabi
وعن ابي هريرة رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم انه
قال: من سلك طريقا الى العلم سلك الله طريقا ال الجنة، وانه العالم
يستغفرله من في السموات ومن فى الارض حتى اليتا فى الخير، ان العلماء ورثة
الانبياء (رواه ابو داود)
Artinya: “Dari Abu Hurairah RA Rasulullah SAW
bersabdal: Barang siapa menjalani akan suatu jalan untuk mencari ilmu
pengetahuan (ilmu Allah) maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju
syurga, sesungguhnya orang alim semua makhluk yang ada di langit, dan
makhluk yang ada di bumi hingga ikan Hiu yang ada di laut memohon
ampunan baginya, sesungguhnya ulama itu adalah pewaris Nabi”. (H.R. Abu
Daud)21. Ilmu Lebih Penting Dari Uang / Harta
عن ابى ذر رضي الله عنه قال: قال عليه الصلاة والسلام، من جلس
عند العالم ساعتين او اكل معه لقمتين او سمع منه كلمتين او مشي معه خطوتين
اعطاه الله تعا لى جنتين كل جنة مثل الد نيا مرتين (رواه ابن ماجه)
Artinya: “Abu Dar RA berkata: Rasulullah SAW
bersabda: Barang siapa yang duduk bersama orang alim dalam dua waktu,
atau sama-sama makan dua suap atau mendengar dua kalimat dari dia, atau
melangkahkan kaki dua langkah bersamanya, maka Allah akan memberikan dua
syurga yang masing-masing syurga sebanding dengan dua putaran dunia”.
(H.R. Ibnu Majah)
وعن ابن عباس رضي الله عنه قال: قال النبي صلى الله عليه وسلم
: خير سليمان عليه السلام بين العلم والملك, فاختار العلم فاعطي العلم
والملك (رواه احمد)
Artinya:“Dari Ibnu Abbas RA ia berkata: Rasulullah
SAW bersabda: Sulaiman AS beliau memilih antara ilmu dan kerajaan, maka
kemudian beliau memilih ilmu, lalu diberikannya ilmu dan kerajaan”.
(H.R. Ahmad)22. Ilmu Lebih Utama Dari Ibadah Shalat
عن ابى در قال عليه الصلاة والسلام : يا ابا در للأن تخدو
فتعلم بابا من كتب الله تعا لى خيرا لك من ان تصلى مانة ركعة (رواه ابن
ماجه)
Artinya: “Abu Dar berkata: Rasulullah SAW bersabda:
Ya Abu Dar seandainya kau pergi pagi lalu kemudian mempelajari ilmu satu
bab dari kitab Allah SWT maka itu lebih baik dibanding kau melaksanakan
shalat seratus rakaat”. (H.R. Ibnu Majah)23. Pentingnya Menuntut Ilmu
وعن انس رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم، من خرج فى طلب العلم فهو فى سبيل الله حتى ير جع (رواه الترمذي)
Artinya: “Dari Anas RA ia berkata: Rasulullah SAW
bersabda: Barang siapa yang keluar dengan tujuan menuntut ilmu, maka ia
berada di jalan Allah hingga sampai pulang”. (H.R. Tirmidzi)
عن ابى هريرة رضي الله عنه ان رسول الله صلى الله عليه وسلم
قال: من دعاء الى هدى كان له مثل اجور من تبعه لا ينقص ذلك من اجورهم شياء
(رواه مسلم)
Artinya: “Dari Abi Hurairah RA sesungguhnya
Rasulullah SAW bersabda: siapa yang memberi petunjuk ke jalan yang baik
(dengan ilmunya) maka ia akan mendapat pahala seperti yang di dapatkan
oleh orang yang mengikutinya tanpa kurang sedikit pun”. (H.R. Muslim)24. Diantara Adab Murid Itu Memuliakan Guru
وعن انس رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: وقروا من تتعلمون منه (رواه ابو حسن المردى)
Artinya:“Dari Anas RA ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: Muliakanlah orang yang telah memberikan pelajaran kepadamu”. (H.R. Abu Hasan Al-Mawardi)
25. Keutamaan Dan Pentingnya Ilmu
وعن امامة رضي الله عنها قال: قال رسول الله صلى الله عليه
وسلم: اقرب الناس من درجة النبوة اهل العلم والجهاد، اما اهل العلم فد لعا
الناس على ما جاءت به الرسول واما اهل الجهاد فجاهدوا باسيا فهم على ما
جاءت به الرسل (رواه درقطن)
Artinya: “Dari Umamah RA ia berkata: Rasulullah SAW
bersabda: orang paling dekat derajatnya dari para Nabi ialah ahkul ilmi
(yang berilmu) dan pejuang, jika orang yang berilmu memberi petunjuk
pada manusia melalui apa yang datang dari Rasul (ilmu), dan kalau
pejuang berjuanglah dengan pedangnya, seperti yang ditunjukkan Rasul”.
(H.R. Daruqutni)
وعن معاوية رضي الله عنها قال: قال رسول الله صلى الله عليه
وسلم : من ارادا الدنيا فعليه با العلم ومن اردالا خرة فعليه با العلم ومن
ارد هما فعليه با العل (رواه الدار قطنى)
Artinya: “Dari Mu’awiyah RA ia berkata: Rasulullah
SAW bersabda: Barang siapa menginginkan (kebahagiaan) duniawi maka dia
harus (mempunyai ilmu) dan barang siapa yang (menginginkan) kebahagiaan
akhirat, maka dia harus mempunyai ilmu, dan barang siapa yang
menginginkan keduanya maka harus mempunyai ilmu”. (H.R. Daruqutni)26. Ulama Laksana Bintang Di Lautan Bagi Nelayan
قال ابو مسلم الحولانى سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم
قال: مثل العلماء فى الارض الارض مثل النجوم فى السماء اذا برزت للناس
اهتددا بها (رواه ديلمي)
Artinya:“Abu Muslim Haulani berkata: saya mendengar
Rasulullah SAW bersabda: perumpamaan ulama di muka bumi laksana bintang
di langit, apabila ia muncul buat manusia, mereka mendapat petunjuk
karenanya”. (H.R. Dailimi)27. Ulama Laksana Pelita
وعن على كرمالله وجهه عن النبي صلى الله عليه وسلم انه قال:
سأ لت جبر يل عن اصحاب العلم فقال: هم سرج امتك فى الدنيا و الأخرة، طلوبى
لمن عرفهم، والويل لمن ان كرهم وابغضهم (رواه النساء)
Artinya:“Dari Ali Karromallohu Wajhah dari Nabi SAW
sesungguhnya beliau bersabda: Aku bertanya pada Jibril AS dari orang
yang berilmu (ashabul ilmi). Kemudian Jibril berkata: mereka ialah
pelita (lampu) ummatmu di dunia dan akhirat, beruntunglah orang yang
mengenalinya dan celakalah bagi orang yang mengingkari dan membencinya”.
(H.R. Nasa’i)
وعن جابر رضي الله عنه قال: فاالنبي صلى الله عليه وسلم : العلماء مصباح الأمة (رواه ابودر)
Artinya: “Dari Jabir RA ia berkata: Nabi SAW bersabda: ulama itu adalah pelita bagi umat”. (H.R. Abu Dar)28. Mencari Ilmu Untuk Mendapatkan Ridho Allah
عن جابر رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم :
ان الله تعالى لا يقبل من العمل الا ما كان خا لصا وابتض به رضاه (رواه
نسائ)
Artinya: “Dari Jabir RA ia berkata: Rasulullah SAW
bersabda: sesungguhnya Allah SWT tidak akan menerima amal seseorang
kecuali dengan niat yang tulus dan semata-mata mencari keridhoan-Nya”.
(H.R. Nasa’i)29. Belajar Tidak Boleh Bermotif
1 Menandingi Ulama
2 Mengakali Orang Yang Bodoh
3 Agar Terkenal Diantara Manusia
وعن جابر رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم
لا تتعلم العلم لتبا هوا به العلماء، ولتماراوبه السفهاء ولتصرفوا به وجه
الناس اليكم، فمن فعل ذا لك فهو فى النار (رواه ابن ماجه)
Artinya:“Dari Jabir RA ia berkata: Rasulullah SAW
bersabda: janganlah kalian belajar (menuntut ilmu) bertujuan untuk
berbangga pada ulama karenanya, dan untuk berdebat dengan orang-orang
bodoh, begitu pula bertujuan agar karenanya orang-orang dapat berpaling
(menarik perhatian), maka barang siapa yang melakukan itu maka ia masuk
neraka”. (H.R. Ibnu Majah)30. Tentang Pentingnya Niat Dalam Mencari Ilmu
عن امير المؤمنين ابى حفص عمربن الخطاب رضي الله تعالى عنه
قال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: انما الاعمال با النيات وانما
لكل امرء ما نوى فمن كا نت هجرته الى الله ورسوله فحجرته الى الله ورسوله
ومن كا نت هجرته لدنيا يصيبها اومرأة ينكحها فهجرته الى ما ها جر
اليه (رواه شيخين)
Artinya:“Dari Amirul mu’minin Abi Hapsin, Umar bin
Khatab RA ia berkata: Saya mendengar Rasulullah SAW beliau bersabda:
Sesungguhnya syah atau tidaknya suatu amal (perbuatan taat) tergantung
pada niat, dan bagi tiap orang punya niat, maka barang siapa yang
niatnya hijrah menuju Allah dan Rasulnya maka ia akan hijrah pada Allah
dan Rasulnya, dan bagi yang niatnya hijrah menuju dunia, akan sampai
pada dunia, atau pada wanita maka ia akan menikahinya, alhasil hijrahnya
seseorang tergantung apa yang di tujunya”. (H.R. Bukhari Muslim)
وعن رسول الله صلى الله عليه وسلم : كم من عمل يتصد ر بصورة
اعمال الدنيا ويسير بحسن النية من اعمال الأخرة، وكم من عمل يتصدر بصورة
اعمال الأخرة ثم يصير من اعمال الدنيا بسؤ النية (حديث حسن صحيح)
Artinya: “Dari Rasulullah SAW: beberapa amal yang
berupa amal dunia, tetapi dengan baik niatnya akhirnya menjadi amal
akhirat, dan banyak pula yang berupa amal akhirat kemudian jadi amal
dunia karena jelek niatnya”. (Hadits Hasan)31. Amal yang tidak terputus sampai akhir hayat
إذا مات إبن أدم إنقطع عمله إلا من ثلاث: صدقة جارية او علمينتفع به او ولد صالح يدعوا له
Artinya: Apabila anak Adam (manusia) mati maka terputuslah amalnya kecuali 3 hal; bersedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak sholeh yang selalu mendoakan kedua orang tuanya. (HR. Muslim)
Sumber : http://pkbmdaruttaklim.wordpress.com/2012/10/31/kumpulan-hadits-tentang-pendidikan/
Label :
pendidikan
5
cari hadist: 2013
PENDIDIKAN ANAK حَدَّثَنَا الْقَعْنَبِيُّ عَنْ مَالِكٍ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُو...
Hadits
Tentang Riba
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الصَّبَّاحِ وَزُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ
وَعُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ قَالُوا حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ أَخْبَرَنَا أَبُو
الزُّبَيْرِ عَنْ جَابِرٍ قَالَ لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُؤْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ
سَوَاءٌ (مسلم)
Dikatakan Muhammad ibn ash-shobbah dan zuhairu ibn harb dan
utsmann ibn abi syaibah mereka berkata diceritakan husyaim dikabarkan abu
zubair dari jabir r.a beliau berkata : Rasulullah SAW mengutuk makan riba,
wakilnya dan penulisnya, serta dua orang saksinya dan beliau mengatakan mereka
itu sama-sama dikutuk. Diriwayatkan
oleh muslim.
قوله : لعن رسول الله صلى
الله عليه وسلم آكل الربا وموكله وكاتبه وشاهديه وقال : هم سواء ) , هذا تصريح
بتحريم كتابة المبايعة بين المترابين والشهادة عليهما . وفيه : تحريم الإعانة على
الباطل . والله أعلم
Maksudnya, Rasulullah SAW memohon do’a kepada Allah agar orang
tersebut dijauhkan dari Rahmat Allah. Hadits tersebut menjadi dalil yang
menunjukan dosa orang-orang tersebut dan pengharaman sesuatu yang mereka
lakukan. Dikhususkan makan dalam Hadits tersebut, karena itulah yang
paling umum pemanfaatan penggunaannya. Selain untuk makan, dosanya sama saja.
Yang dimaksud موكله itu
adalah orang yang memberikan riba, karena sesungguhnya tidak akan terjadi riba
itu kecuali dari dia. Oleh karena itu, dia termasuk dalam dosa. Sedangkan dosa
penulis dan saksi itu adalah karena bantuan mereka atas perbuatan terlarang
itu. Dan jika keduanya sengaja serta menngetahui riba itu maka dosa bagi
mereka.
Dalam suatu riwayat telah dipaparkan, beliau telah mengutuk
seorang saksi dengan mufrad (tungggal) karena dikehendaki jenisnya. Lalu
juga kamu katakan hadits yang artinya : S “ Ya Allah apa-apa yang saya
kutuk, jadikanlah dia sebagai rahmat, yang diriwayatkan oleh Bukhari dan dalam
matan lain ”apa yang saya kutuk maka
memberatkan orang yang saya kutuk itu “, menunjukan keharamannya. Dan tidaklah
dimaksudkann do’a yang sebenarnya yang membahayakan orang beliau do’akan.
Itu jika orang yang dikutuk tersebut bukan yang melakkukan
perbuatan yang diharamkan dan tahu kutukan itu dalam keadaan Rasulullah marah.
عن
عبد الله بن مسعود رضي الله عنه عن النبي ص.م: الربا ثلاثة وسبعون
بابا ايسرها مثل ان ينكح الرجل أمه وان اربى الربا عرض الرجل المسلم(رواه ابن ماجه
فحتصر والحاكم بتمامه وصجيح)
Dari Abdullah bin mas’ud r.a dari Nabi SAW beliau bersabda: Riba
itu ada 73 pintu. Yang paling ringan diantarannya ialah seperti seseorang
laki-laki yang menikahi ibunya, dan sehebat-hebattnya riba adalah merusak
kehormatan seorang muslim. (diriwayatkan oleh ibnu majah dengan rigkas dan olah
al-hakim selengkapnya dan beliau menilainya sahih.
Adapun yang semakna dengan hadits tersebut terdapat beberapa
Hadits. Telah ditafsirkan riba dalam hal merusak nama baik atau merusak
kehomatan seorang muslim sama saling mencaci maki.
Dalam Hadits tersebut disebutkan bahwa riba itu bersifat mutlak
terhadap perbuatan yang diharamkan, sekalipun bukan termasuk dalam bab ribayang
terkenal itu. Penyamaan riba yang paling ringan dengan seseora ng yang berzina
dengan ibunya seperti sudah disebutkan tadi karena dalam perbuatan riba itu
terdapat tindasan yang menjijikkan akal yang
normal.
عن ابي سعيد الخدرى رضى
الله عنه ان رسول الله ص.م قال لاتبعوا الذهب الا مثل ولا تشفوا بعضها على بعض ولا
تبعوا الورق با لورق الا مثلا بمثل, ولا تشفوا بعضها على بعض ولا تبيعوا منها
غائبا بناخر (متفق عليه)
Dari abi Said al-khudari r.a ( katanya): sesungguhnya Rasulullah
bersabda :Jangnanlah kamu menjual dengan emas kecuali yang sama nilainya, dan
janganlah kamu menjual uang dengan uang kecuali yang sama nilainnya, dan
jangganlah kamu menambah sebagian atas sebagiannya, dan jannganlah
kammu menjual yang tidak kelihatan diantara dengan yang nampak. (muttafaq
Alaihih).
Hadits tersebut menjadi dalil yang menunjukan pengharaman jual
emas dengan emas, dan perak dengan perak yang lebih kurang (yang tidak sama
nilainya) baik yang satu ada di tempat jual beli dan yang lain tidak ada
ditempat penjualan berdasarkann sabdanya “kecuali sama nilaiya”.
Sesungguhnya dikecualikan dari itu dalam hal-hal yang paling umum, seakan-akan
beliau bersabda: janganlah kamu jual- belikan emas dan perak itu dalam keadaan
yang bagaimanapu, kecuali dalam keadaan yang sama nilainya ataupun harganya
emas dan perak itu sendiri[1].
B. Macam-Macam Riba
Menurut para
ulama fiqih, riba dapat dibagi menjadi empat macam, masing-masing[2]
:
1. Riba Fadhl,
yaitu tukar menukar dua barang yang sama jenisnya dengan tidak sama
timbangannya atau takarannya yang disyaratkan oleh orang yang menukarkan.
Contoh : tukar menukar dengan emas, perak dengan perak, beras dengan beras, gandum dan sebagainya.
Contoh : tukar menukar dengan emas, perak dengan perak, beras dengan beras, gandum dan sebagainya.
2. Riba Qardh,
yaitu meminjamkan sesuatu dengan syarat ada keuntungan atau tambahan bagi orang
yang meminjami atau mempiutangi.
Contoh : Ahmad meminjam uang sebesar Rp. 25.000 kepada Adi. Adi mengharuskan dan mensyaratkan agar Ahmad mengembalikan hutangnya kepada Adi sebesar Rp. 30.000 maka tambahan Rp. 5.000 adalah riba Qardh.
Contoh : Ahmad meminjam uang sebesar Rp. 25.000 kepada Adi. Adi mengharuskan dan mensyaratkan agar Ahmad mengembalikan hutangnya kepada Adi sebesar Rp. 30.000 maka tambahan Rp. 5.000 adalah riba Qardh.
3. Riba Yad
yaitu berpisah dari tempat sebelum timbang diterima. Maksudnya : orang yang
membeli suatu barang, kemudian sebelumnya ia menerima barang tersebut dari
sipenjual, pembeli menjualnya kepada orang lain. Jual beli seperti itu tidak
boleh, sebab jual-beli masih dalam ikatan dengan pihak pertama.
4. Riba Nasi’ah
yaitu tukar menukar dua barang yang sejenis maupn tidak sejenis yang
pembayarannya disyaraktkan lebih, dengan diakhiri atau dilambatkan oleh yang
meminjam.
Contoh : Aminah membeli cincin seberat 10 Gram. Ole penjualnya disyaratkan membayarnya tahun depan dengan cincin emas seberat 12 gram, dan apalagi terlambat satu tahun lagi, maka tambah 2 gram lagi menjadi 14 gram dan seterusnya. Ketentuan melambatkan pembayaran satu tahun.
Contoh : Aminah membeli cincin seberat 10 Gram. Ole penjualnya disyaratkan membayarnya tahun depan dengan cincin emas seberat 12 gram, dan apalagi terlambat satu tahun lagi, maka tambah 2 gram lagi menjadi 14 gram dan seterusnya. Ketentuan melambatkan pembayaran satu tahun.
Label :
niaga
riba
utang-piutang
5
cari hadist: 2013
Hadits Tentang Riba حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الصَّبَّاحِ وَزُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَعُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ قَالُوا حَدَّثَنَا هُشَ...
enis makanan dan minuman yang boleh dikonsumsi harus yang halal
dan baik, bukan yang mahal, enak, dan banyak saja. Hal ini sebagaimana telah
dijelaskan dalam Kitab Al-Qur’an surah Al-Maidah (5) ayat 88.
Artinya : “Dan makanlah
makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah Telah rezekikan kepadamu, dan
bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya”.
Islam mengajarkan kepada umatnya agar makan dan minum tidak
berlebih-lebihan. Karena berlebih-lebihan itu termasuk perbuatan setan. Dan
setan adalah makhluk yang di kutuk oleh Allah. Hal ini sebagaimana dijelaskan
dalam kitab Al-Qur’an surah Al-a’raf (7) ayat 31.
Artinya : “Hai anak Adam,
pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah,
dan janganlah berlebih-lebihan, Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berlebih-lebihan.”
Kita sebagai seorang mukmin harus memperhatikan tata cara makan dan
minum, sebagaimana diajarkan dan dicontohkan Nabi Muhammad SAW. Beliau makan ketika
sudah lapar dan minum ketika merasa haus. Sehubungan dengan hal tersebut
diterangkan dalam Hadits Nabi Muhammad SAW., berikut:
نَحْنُ قَوْمٌ لاَ نَأْكُلُ حَتَّى نَجُوْعَ وَإِذَا أَكَلْنَا لاَ
نَشْبَعُ
Artinya : “Kamu adalah suatu kaum yang tidak makan sebelum lapar
dan apabila makan tidak sampai kenyang.”
Makan terlalu banyak hukumnya makruh, apabila berlebihan dan
melampaui batas, karena makan dan minum secara berlebihan dapat menyebabkan
perut sakit, menjadikan orang malas, dan dapat merusak tubuh. Sebagaimana
dijelaskan dalam Hadits Nabi Muhammad SAW., berikut:
إياكم والبطنة في
الطعام والشراب فانها مفسدة للجسم وتورث السقم عن الصلاة
وعليكم بالقصد فانّه
اصلح للجسد وابععد من السرف
Artinya ; “Janganlah sekali-kali makan dan minum terlalu kenyang
karena sesungguhnya hal tersebut dapat merusak tubuh dan dapat menyebabkan
malas mengerjakan salat, dan sederhanakan kalian dalam kedua hal tersebut,
karena sesungguhnya hal ini lebih baik bagi tubuh, dan menjauhkan diri dari
sifat israf (berlebihan).” (H.R.Bukhari)
Label :
makan
sehari-hari
5
cari hadist: 2013
enis makanan dan minuman yang boleh dikonsumsi harus yang halal dan baik, bukan yang mahal, enak, dan banyak saja. Hal ini sebagaimana tela...
1. Berpuasa karena melihat hilal, berhari raya juga karena melihat
hilal, jika tertutup awan maka genapkan hingga tiga puluh hari
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلَاثِينَ
Berpuasalah kalian karena melihatnya (hilal) dan berhari rayalah
karena melihatnya, jika hilal hilang dari penglihatanmu maka sempurnakan
bilangan Sya’ban sampai tiga puluh hari. (HR. Bukhari No. 1909)
Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
فَصُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ أُغْمِيَ عَلَيْكُمْ فَاقْدِرُوا لَهُ ثَلَاثِينَ
Maka berpuasalah kalian karena melihatnya (hilal) dan berhari rayalah
karena melihatnya, lalu jika kalian terhalang maka ditakarlahlah sampai
tiga puluh hari. (HR. Muslim No. 1080, 4)
إِنَّمَا الشَّهْرُ تِسْعٌ وَعِشْرُونَ فَلَا تَصُومُوا حَتَّى تَرَوْهُ
وَلَا تُفْطِرُوا حَتَّى تَرَوْهُ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدِرُوا
لَهُ
Sesungguhnya sebulan itu 29 hari, maka janganlah kalian berpuasa
sampai kalian melihatnya (hilal), dan janganlah kalian berhari raya
sampai kalian melihatnya, jika kalian terhalang maka
takarkan/perkirakan/hitungkanlah dia. (HR. Muslim No. 1080, 3)
2. Berpuasa Ramadhan menghilangkan dosa-dosa yang lalu
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
ومن صام رمضان إيمانا واحتسابا غفر له ما تقدم من ذنبه
“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan karena iman dan ihtisab, maka
akan diampuni dosa-dosanya yang lalu.” (HR. Bukhari No. 38, 1910, 1802)
Makna ‘diampuninya dosa-dosa yang lalu’ adalah dosa-dosa kecil, sebab
dosa-dosa besar –seperti membunuh, berzina, mabuk, durhaka kepada orang
tua, sumpah palsu, dan lainnya- hanya bias dihilangkan dengan tobat
nasuha, yakni dengan menyesali perbuatan itu, membencinya, dan tidak
mengulanginya sama sekali. Hal ini juga ditegaskan oleh hadits berikut
ini.
3. Diampuni dosa di antara Ramadhan ke Ramadhan
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ كَفَّارَاتٌ لِمَا بَيْنَهُنَّ
“Shalat yang lima waktu, dari jumat ke jumat, dan ramadhan ke
Ramadhan, merupakan penghapus dosa di antara mereka, jika dia menjauhi
dosa-dosa besar.” (HR. Muslim No. 233)
4. Shalat pada malam Lailatul Qadar menghilangkan dosa-dosa yang lalu
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
من قام ليلة القدر إيمانا واحتسابا، غفر له ما تقدم من ذنبه
“Barang siapa yang shalat malam pada malam Lailatul Qadar karena iman
dan ihtisab (mendekatkan diri kepada Allah) , maka akan diampuni
dosa-dosanya yang lalu.” (HR. Bukhari No. 35, 38, 1802)
5. Shalat malam (tarawih) Pada Bulan Ramadhan menghilangkan dosa-dosa yang lalu
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ.
“Barang siapa yang shalat malam pada Ramadhan karena iman dan
ihtisab, maka akan diampuni dosa-dosa yang lalu.” (HR. Bukhari No. 37
1904, 1905)
6. Dibuka Pintu Surga, Dibuka pinta Rahmat, Ditutup Pintu Neraka, dan Syetan dibelenggu
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
إِذَا جَاءَ رَمَضَان فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِّدَتْ الشَّيَاطِين
“Jika datang Ramadhan, maka dibukalah pintu-pintu surga, ditutup
pintu-pintu neraka dan syetan dibelenggu.” (HR. Muslim No. 1079)
Dalam hadits lain:
إذا كان رمضان فتحت أبواب الرحمة، وغلقت أبواب جهنم، وسلسلت الشياطين
“Jika bulan Ramadhan maka dibukalah pintu-pintu rahmat, ditutup pintu-pintu neraka dan syetan dirantai.” (HR. Muslim No. 1079)
7. Allah Ta’ala Langsung Membalas Pahala Puasa
Firman Allah Ta’ala dalam hadist Qudsi :
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ، إِلَّا الصِّيَامَ، فَهُوَ لِي، وَأَنَا أَجْزِي بِهِ
“Setiap amalan anak Adam itu adalah (pahala) baginya, kecuali puasa,
karena puasa itu untuk-Ku dan Akulah yang akan membalasnya.” (HR.
Bukhari No. 1795, Muslim No. 1151, Ibnu Majah No. 1638, 3823, Ahmad No.
7494, Ibnu Khuzaimah No. 1897, Ibnu Hibban No. 3416)
8. Disediakan Pintu Ar Rayyan bagi orang yang puasa
Haditsnya:
إِنَّ فِي الْجَنَّةِ بَابًا يُقَالُ لَهُ الرَّيَّانُ يَدْخُلُ مِنْهُ
الصَّائِمُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَا يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ
يُقَالُ أَيْنَ الصَّائِمُونَ فَيَقُومُونَ لَا يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ
غَيْرُهُمْ فَإِذَا دَخَلُوا أُغْلِقَ فَلَمْ يَدْخُلْ مِنْهُ أَحَدٌ
“Sesungguhnya di surga ada pintu yang dinamakan Ar Rayyan, yang akan
dimasuki oleh orang-orang yang berpuasa pada hari kiamat nanti, dan
tidak ada yang memasuki melaluinya kecuali mereka. Dikatakan: “Mana
orang-orang yang berpuasa? Maka mereka berdiri, dan tidak ada yang
memasukinya seorang pun kecuali mereka. Jika mereka sudah masuk, maka
pintu itu ditutup, dan tidak ada lagi seorang pun yang masuk
melaluinya.” (HR. Bukhari No. 1797, 3084, Muslim No. 1152, At Tirmidzi
No. 762, Ibnu Majah No. 1640)
9. Bau mulut orang puasa lebih Allah Ta’ala cinta di banding kesturi
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ
… Demi Yang Jiwa Muhammad ada di tanganNya, bau mulut orang yang
berpuasa lebih Allah cintai u dibanding bau misk (kesturi) …” (HR.
Bukhari No. 1904 dan Muslim No. 1151)
10. Dua kebahagiaan bagi orang berpuasa
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
للصائم فرحتان يفرحهما: إذا أفطر فرح، وإذا لقي ربه فرح بصومه
“Bagi orang berpuasa ada dua kebahagiaan: yaitu kebahagiaan ketika
berbuka, dan ketika berjumpa Rabbnya bahagia karena puasanya.” (HR.
Bukhari No. 1805, 7054. Muslim no. 1151. At Tirmidzi No. 766. An Nasa’i
No. 2211, 2212, 2213, 2215, 2216. Ibnu Majah No. 1638. Ad Darimi No.
1769. Ibnu Hibban No. 3423. Al Baihaqi dalam As Sunan No. 7898. Ibnu
Khuzaimah No. 1896. Abu Ya’la No. 1005. Ahmad No. 4256, dari Ibnu
Mas’ud. Ath Thabarani dalam Al Kabir No. 10077. Abdurrazzaq No. 7898)
11. Anjuran bersahur
Dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِي السَّحُورِ بَرَكَةً
“Bersahurlah kalian, karena pada santap sahur itu ada keberkahan.” (HR. Bukhari No. 1923, Muslim No. 1095)
12. Keutamaan bersahur
Dari Abu Sa’id Al Khudri Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
السَّحُورُ أَكْلُهُ بَرَكَةٌ، فَلَا تَدَعُوهُ، وَلَوْ أَنْ يَجْرَعَ
أَحَدُكُمْ جُرْعَةً مِنْ مَاءٍ، فَإِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ
وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى الْمُتَسَحِّرِينَ
Makan sahur adalah berkah, maka janganlah kalian meninggalkannya,
walau kalian hanya meminum seteguk air, karena Allah ‘Azza wa Jalla dan
para malaikat mendoakan orang yang makan sahur. (HR. Ahmad No. 11086,
Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: sanadnya shahih. Lihat Ta’liq
Musnad Ahmad No. 11086)
Dari Amru bin Al ‘Ash Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
فَصْلُ مَا بَيْنَ صِيَامِنَا وَصِيَامِ أَهْلِ الْكِتَابِ أَكْلَةُ السُّحُور
“Perbedaan antara puasa kita dan puasa Ahli Kitab adalah pada makan sahur.” (HR. Muslim No. 1096)
13. Disunnahkan menta’khirkan sahur:
Dari ‘Amru bin Maimun Radhiallahu ‘Anhu, katanya:
كان أصحاب محمد صلى الله عليه و سلم أعجل الناس إفطارا وأبطأهم سحورا
Para sahabat Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah manusia
yang paling bersegera dalam berbuka puasa, dan paling akhir dalam
sahurnya. (HR. Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 7916. Al Faryabi
dalam Ash Shiyam No. 52. Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushannaf No. 9025)
Imam An Nawawi mengatakan: “sanadnya shahih.” (Lihat Al Majmu’ Syarh
Al Muhadzdzab, 6/362), begitu pula dishahihkan oleh Imam Ibnu Abdil Bar,
bahkan menurutnya keshahihan hadits tentang bersegera buka puasa dan
mengakhirkan sahur adalah mutawatir. (Lihat Imam Al ‘Aini, ‘Umdatul
Qari, 17/9. Imam Ibnu Hajar, Fathul Bari, 4/199)
14. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bertadarus Al Quran bersama Malaikat Jibril
Ibnu ‘Abbas Radhiallahu ‘Anhuma menceritakan:
وَكَانَ جِبْرِيلُ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ
Jibril menemuinya (nabi) pada tiap malam malam bulan Ramadhan, dan
dia (Jibril) bertadarus Al Quran bersamanya. (HR. Bukhari No. 3220)
15. Kedermawanan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam selama bulan Ramadhan melebihi hembusan angin
Ibnu ‘Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, menceritakan:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ
وَأَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ وَكَانَ
جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلَام يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ
فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ فَلَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنْ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah manusia yang paling
dermawan, dan kedermawanannya semakin menjadi-jadi saat Ramadhan apalagi
ketika Jibril menemuinya. Dan, Jibril menemuinya setiap malam bulan
Ramadhan dia bertadarus Al Quran bersamanya. Maka, Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam benar-benar sangat dermawan dengan
kebaikan melebihi angin yang berhembus. (HR. Bukhari No. 3220)
16. Memberikan makanan buat orang yang berbuka puasa
Dari Zaid bin Khalid Al Juhani Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لَا يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا
Barang siapa yang memberikan makanan untuk berbuka bagi orang
berpuasa maka dia akan mendapatkan pahala sebagaimana orang tersebut,
tanpa mengurangi sedikit pun pahala orang itu. (HR. At Tirmidzi No. 807,
katanya: hasan shahih. Ahmad No. 21676, An Nasa’i dalam As Sunan Al
Kubra No. 3332. Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman No. 3952. Dishahihkan
Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami’ No. 6415. Syaikh Syu’aib Al
Arnauth mengatakan: hasan lighairih. Lihat Ta’liq Musnad Ahmad No.
21676, Al Bazzar dalam Musnadnya No. 3775)
17. Memperbanyak doa
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
ثَلَاثَةٌ لَا تُرَدُّ دَعْوَتُهُمْ الصَّائِمُ حَتَّى يُفْطِرَ وَالْإِمَامُ الْعَادِلُ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُوم
Ada tiga manusia yang doa mereka tidak akan ditolak: 1. Doa orang
yang berpuasa sampai dia berbuka, 2. Pemimpin yang adil, 3. Doa orang
teraniaya. (HR. At Tirmidzi No. 2526, 3598, katanya: hasan. Ibnu Hibban
No. 7387, Imam Ibnul Mulqin mengatakan: “hadits ini shahih.” Lihat
Badrul Munir, 5/152. Dishahihkan oleh Imam Al Baihaqi. Lihat Shahih
Kunuz As sunnah An Nabawiyah, 1/85. Sementara Syaikh Al Albani
mendhaifkannya. Lihat Shahih wa Dhaif Sunan At Tirmidzi No. 2526)
18. Doa ketika berbuka puasa
Berdoa diwaktu berbuka puasa juga diajarkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam Berikut ini adalah doanya:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا
أَفْطَرَ قَالَ ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتْ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ
الْأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ
“Adalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, jika sedang berbuka
puasa dia membaca: “Dzahaba Azh Zhama’u wab talatil ‘uruqu wa tsabatal
ajru insya Allah.” (HR. Abu Daud No. 2357, Al Baihaqi dalam As Sunan Al
Kubra No. 7922, Ad Daruquthni, 2/185, katanya: “isnadnya hasan.” An
Nasa’i dalam As sunan Al Kubra No. 3329, Al Hakim dalam Al Mustadrak No.
1536, katanya: “Shahih sesuai syarat Bukhari- Muslim”. Al Bazzar No.
4395. Dihasankan Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami’ No. 4678)
19. I’tikaf di-‘asyrul awakhir (10 hari tertakhir) Ramadhan
Dari ‘Aisyah Radiallahu ‘Anha:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَعْتَكِفُ
الْعَشْرَ الْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ثُمَّ
اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ
Bahwasanya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam beri’tikaf pada 10 hari
terakhir bulan Ramadhan sampai beliau diwafatka Allah, kemudian
istri-istrinya pun I’tikaf setelah itu.(HR. Bukhari No. 2026, Muslim No.
1171, Abu Daud No. 2462. Ahmad No. 24613, dan lainnya)
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, katanya:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْتَكِفُ فِي
كُلِّ رَمَضَانٍ عَشْرَةَ أَيَّامٍ فَلَمَّا كَانَ الْعَامُ الَّذِي قُبِضَ
فِيهِ اعْتَكَفَ عِشْرِينَ يَوْمًا
Dahulu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam I’tikaf di setiap Ramadhan
10 hari, tatkala pada tahun beliau wafat, beliau I’tikaf 20 hari. (HR.
Bukhari No. 694, Ahmad No. 8662, Ibnu Hibban No. 2228, Al Baghawi No.
839, Abu Ya’la No. 5843, Abu Nu’aim dalam Akhbar Ashbahan, 2/53)
20. Tarawihnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam shalat di masjid, lalu manusia mengikutinya, keesokannya
shalat lagi dan manusia semakin banyak, lalu pada malam ketiga atau
keempat mereka berkumpul namun Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
tidak keluar bersama mereka, ketika pagi hari beliau bersabda:
قَدْ رَأَيْتُ الَّذِي صَنَعْتُمْ فَلَمْ يَمْنَعْنِي مِنْ الْخُرُوجِ
إِلَيْكُمْ إِلَّا أَنِّي خَشِيتُ أَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ وَذَلِكَ فِي
رَمَضَانَ
“Aku melihat apa yang kalian lakukan, dan tidak ada yang mencegahku
keluar menuju kalian melainkan aku khawatir hal itu kalian anggap
kewajiban.” Itu terjadi pada bulan Ramadhan. (HR. Bukhari No. 1129,
Muslim No. 761)
21. Terawih pada masa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: 8 rakaat dan witir 3 rakaat
Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, dia berkata:
مَا كَانَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَة
“Bahwa Rasulullah tidak pernah menambah lebih dari sebelas rakaat
shalat malam, baik pada bulan Ramadhan atau selainnya.” (HR. Bukhari No.
2013, 3569, Muslim No. 738)
Dari Jabir bin Abdillah Radhiallahu ‘Anhu, dia berkata:
جاء أبي بن كعب إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال : يا رسول الله ،
إن كان مني الليلة شيء يعني في رمضان ، قال : « وما ذاك يا أبي ؟ » ، قال :
نسوة في داري ، قلن : إنا لا نقرأ القرآن فنصلي بصلاتك ، قال : فصليت بهن
ثمان ركعات ، ثم أوترت ، قال : فكان شبه الرضا ولم يقل شيئا
Ubay bin Ka’ab datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
dan berkata: “Wahai Rasulullah, semalam ada peristiwa pada diri saya
(yaitu pada bulan Ramadhan).” Rasulullah bertanya: “Kejadian apa itu
Ubay?”, Ubay menjawab: “Ada beberapa wanita di rumahku, mereka berkata:
“Kami tidak membaca Al Quran, maka kami akan shalat bersamamu.” Lalu
Ubay berkata: “Lalu aku shalat bersama mereka sebanyak delapan rakaat,
lalu aku witir,” lalu Ubay berkata: “Nampaknya nabi ridha dan dia tidak
mengatakan apa-apa.” (HR. Abu Ya’la dalam Musnadnya No. 1801. Ibnu
Hibban No. 2550, Imam Al Haitsami mengatakan: sanadnya hasan. Lihat
Majma’ az Zawaid, Juz. 2, Hal. 74)
22. Terawih pada masa Sahabat: 20 rakaat dan witir 3 rakaat serta terawih 36 rakaat dan witir 3 rakaat
Pada masa sahabat, khususnya sejak masa khalifah Umar bin Al Khathab
Radhilallahu ‘Anhu dan seterusnya, manusia saat itu melaksanakan shalat
tarawih dua puluh rakaat.
وصح أن الناس كانوا يصلون على عهد عمر وعثمان وعلي عشرين ركعة، وهو رأي
جمهور الفقهاء من الحنفية والحنابلة وداود، قال الترمذي: وأكثر أهل العلم
على ما روي عن عمر وعلي وغيرهما من أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم عشرين
ركعة، وهو قول الثوري وابن المبارك والشافعي، وقال: هكذا أدركت الناس بمكة
يصلون عشرين ركعة
“Dan telah shahih, bahwa manusia shalat pada masa Umar, Utsman, dan
Ali sebanyak 20 rakaat, dan itulah pendapat jumhur (mayoritas) ahli
fiqih dari kalangan Hanafi, Hambali, dan Daud. Berkata At Tirmidzi:
‘Kebanyakan ulama berpendapat seperti yang diriwayatkan dari Umar dan
Ali, dan selain keduanya dari kalangan sahabat nabi yakni sebanyak 20
rakaat. Itulah pendapat Ats Tsauri, Ibnul Mubarak. Berkata Asy Syafi’i:
“Demikianlah, aku melihat manusia di Mekkah mereka shalat 20 rakaat.”
(Syaikh Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, 1/206
Imam Ibnu Hajar Rahimahullah menyebutkan:
وَعَنْ يَزِيد بْن رُومَانَ قَالَ ” كَانَ النَّاس يَقُومُونَ فِي
زَمَانِ عُمَر بِثَلَاثٍ وَعِشْرِينَ ” وَرَوَى مُحَمَّد بْن نَصْر مِنْ
طَرِيق عَطَاء قَالَ ” أَدْرَكْتهمْ فِي رَمَضَان يُصَلُّونَ عِشْرِينَ
رَكْعَة وَثَلَاثَ رَكَعَاتِ الْوِتْر ”
“Dari Yazid bin Ruman, dia berkata: “Dahulu manusia pada zaman Umar
melakukan 23 rakaat.” Dan Muhammad bin Nashr meriwayatkan dari Atha’,
dia berkata: “Aku berjumpa dengan mereka pada bulan Ramadhan, mereka
shalat 20 rakaat dan tiga rakaat witir.” (Fathul Bari, 4/253)
Beliau melanjutkan:
وَرَوَى مُحَمَّد اِبْن نَصْر مِنْ طَرِيق دَاوُدَ بْن قَيْس قَالَ ”
أَدْرَكْت النَّاس فِي إِمَارَة أَبَانَ بْن عُثْمَان وَعُمْر بْن عَبْد
الْعَزِيز – يَعْنِي بِالْمَدِينَةِ – يَقُومُونَ بِسِتٍّ وَثَلَاثِينَ
رَكْعَةً وَيُوتِرُونَ بِثَلَاثٍ ” وَقَالَ مَالِك هُوَ الْأَمْرُ
الْقَدِيمُ عِنْدَنَا . وَعَنْ الزَّعْفَرَانِيِّ عَنْ الشَّافِعِيِّ ”
رَأَيْت النَّاس يَقُومُونَ بِالْمَدِينَةِ بِتِسْعٍ وَثَلَاثِينَ
وَبِمَكَّة بِثَلَاثٍ وَعِشْرِينَ ، وَلَيْسَ فِي شَيْء مِنْ ذَلِكَ ضِيقٌ ”
Muhammad bin Nashr meriwayatkan dari jalur Daud bin Qais, dia
berkata: “Aku menjumpai manusia pada masa pemerintahan Aban bin Utsman
dan Umar bin Abdul Aziz –yakni di Madinah- mereka shalat 39 rakaat dan
ditambah witir tiga rakaat.” Imam Malik berkata,”Menurut saya itu adalah
perkara yang sudah lama.” Dari Az Za’farani, dari Asy Syafi’i: “Aku
melihat manusia shalat di Madinah 39 rakaat, dan 23 di Mekkah, dan ini
adalah masalah yang lapang.” (Ibid)
23. Orang yang sia-sia puasanya
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
كَمْ مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعُ
Betapa banyak orang berpuasa yang tidak mendapatkan apa-apa dari
puasanya kecuali hanya lapar saja. (HR. Ahmad No. 9685, Ibnu Majah No.
1690, Ad Darimi No. 2720)
Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: hasan. (Ta’liq Musnad Ahmad No.
9685), Syaikh Husein Salim Asad mengatakan: hadits ini shahih. (Sunan Ad
Darimi No. 2720. Cet. 1, 1407H. Darul Kitab Al ‘Arabi, Beirut)
24. Boleh mencium isteri jika mampu menahan diri
Diriwayatkan dari Umar Radhilallahu ‘Anhu:
عنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ هَشَشْتُ
يَوْمًا فَقَبَّلْتُ وَأَنَا صَائِمٌ فَأَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ صَنَعْتُ الْيَوْمَ أَمْرًا عَظِيمًا
فَقَبَّلْتُ وَأَنَا صَائِمٌ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرَأَيْتَ لَوْ تَمَضْمَضْتَ بِمَاءٍ وَأَنْتَ صَائِمٌ
قُلْتُ لَا بَأْسَ بِذَلِكَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَفِيمَ
Suatu hari bangkitlah syahwat saya, lalu saya mencium isteri, saat
itu saya sedang puasa. Maka saya datang kepada Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam, saya berkata: “Hari ini, Aku telah melakukan hal yang
besar, aku mencium isteri padahal sedang puasa.” Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Apa pendapatmu jika kamu bekumur-kumur
dengan air dan kamu sedang berpuasa?”, Saya (Umar) menjawab: “Tidak
mengapa.” Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Lalu,
kenapa masih ditanya?” (HR. Ahmad, No. 138, 372. Al Hakim, Al Mustadrak
No. 1572, Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra No. 7808, 8044. Ibnu Khuzaimah
No. 1999)
Hadits ini dishahihkan oleh Imam Al Hakim. (Al Mustadrak ‘Alash
Shahihain No. 1572). Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: isnadnya
shahih sesuai syarat Imam Muslim. (Lihat Ta’liq Musnad Ahmad No. 138).
Syaikh Al A’zhami (Tahqiq Shahih Ibnu Khuzaimah No. 1999)
Hadits di atas menerangkan bahwa mencium isteri dan berkumur-kumur
hukumnya sama yakni boleh, kecuali berlebihan hingga bersyahwat, apalagi
mengeluarkan air mani.
Dari Abu Salamah, bahwa ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha berkata:
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يقبل بعض نسائه وهو صائم. قلت لعائشة:
في الفريضة والتطوع؟ قالت عائشة: في كل ذلك، في الفريضة والتطوع
“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mencium sebagian isterinya
dan dia sedang puasa.” dan aku juga berpuasa.” Aku (Abu Salamah) berkata
kepada ‘Aisyah: “Apakah pada puasa wajib atau sunah?” Beliau menjawab:
“Pada semuanya, baik puasa wajib dan sunah.” (HR. Ibnu Hibban No. 3545)
Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: “Hadits ini shahih.” (Shahih Ibnu Hibban bitartib Ibni Balban, No. 3545)
25. Berpuasa ketika safar; diberikan pilihan antara tetap berpuasa atau berbuka, tergantung kekuatan orangnya
Dari Hamzah bin Amru Al Aslami Radhiallahu ‘Anhu, katanya:
يا رسول الله: أجد بي قوة على الصيام في السفر. فهل علي جناح ؟، فقال
رسول الله صلى الله عليه وسلم: “هي رخصة من الله فمن أخذ بها فحسن. ومن أحب
أن يصوم فلا جناح عليه”.
“Wahai Rasulullah, saya punya kekuatan untuk berpuasa dalam safar,
apakah salah saya melakukannya?” Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam menjawab: “Itu adalah rukhshah (keringanan) dari Allah, barang
siapa yang mau mengambilnya (yakni tidak puasa) maka itu baik, dan
barang siapa yang mau berpuasa maka tidak ada salahnya.” (HR. Muslim No.
1121. Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra, no. 7947. Ibnu Khuzaimah No. 2026)
Dari Jabir bin Abdullah Radhiallahu ‘Anhu, katanya:
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم خرج إلى مكة عام الفتح في رمضان فصام
حتى بلغ كراع الغميم فصام الناس معه فقيل له يا رسول الله إن الناس قد شق
عليهم الصيام فدعا بقدح من ماء بعد العصر فشرب والناس ينظرون فأفطر بعض
الناس وصام بعض فبلغه أن ناسا صاموا فقال أولئك العصاة
“Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam keluar pada tahun
Fath (penaklukan) menuju Mekkah pada saat Ramadhan. Dia berpuasa hingga
sampai pinggiran daerah Ghanim. Manusia juga berpuasa bersamanya.
Dikatakan kepadanya: “Wahai Rasulullah, nampaknya manusia kepayahan
berpuasa.” Kemudian Beliau meminta segelas air setelah asar, lalu beliau
minum, dan manusia melihatnya. Maka sebagian manusia berbuka, dan
sebagian lain tetap berpuasa. Lalu, disampaikan kepadanya bahwa ada
orang yang masih puasa.” Maka Beliau bersabda: “Mereka durhaka.” (HR.
Muslim No. 1114. Ibnu Hibban No. 2706, An Nasa’i No. 2263. At Tirmidzi
No. 710. Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra No.7935)
Bahkan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah mengkritik orang yang berpuasa dalam keadaan safar dan dia kesusahan karenanya.
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم في سفره. فرأى رجلا قد اجتمع الناس
عليه. وقد ضلل عليه. فقال: “ماله ؟” قالوا: رجل صائم. فقال رسول الله عليه
وسلم: “ليس من البر أن تصوموا في السفر”.
“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tengah dalam perjalanannya.
Dia melihat seseorang yang dikerubungi oleh manusia. Dia nampak
kehausan dan kepanasan. Rasulullah bertanya: “Kenapa dia?” Meeka
menjawab: “Seseorang yang puasa.” Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam bersabda: “Tidak ada kebaikan kalian berpuasa dalam keadaan
safar.” (HR. Muslim No. 1115)
Jika diperhatikan berbagai dalil ini, maka dianjurkan tidak berpuasa
ketika dalam safar, apalagi perjalanan diperkirakan melelahkan. Oleh
karena itu, para imam hadits mengumpulkan hadits-hadits ini dalam bab
tentang anjuran berbuka ketika safar atau dimakruhkannya puasa ketika
safar. Contoh: Imam At Tirmidzi membuat Bab Maa Ja’a fi Karahiyati Ash
Shaum fi As Safar (Hadits Tentang makruhnya puasa dalam perjalanan),
bahkan Imam Ibnu Khuzaimah menuliskan dalam Shahihnya:
باب ذكر خبر روي عن النبي صلى الله عليه وسلم في تسمية الصوم في السفر
عصاة من غير ذكر العلة التي أسماهم بهذا الاسم توهم بعض العلماء أن الصوم
في السفر غير جائز لهذا الخبر
“Bab tentang khabar dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang
penamaan berpuasa saat safar adalah DURHAKA tanpa menyebut alasan
penamaan mereka dengan nama ini. Sebagian ulama menyangka bahwa berpuasa
ketika safar adalah TIDAK BOLEH karena hadits ini.”
Tetapi, jika orang tersebut kuat dan mampu berpuasa, maka boleh saja
dia berpuasa sebab berbagai riwayat menyebutkan hal itu, seperti riwayat
Hamzah bin Amru Al Aslami Radhiallahu ‘Anhu di atas.
Ini juga dikuatkan oleh riwayat lainnya, dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, katanya:
لا تعب على من صام ولا من أفطر. قد صام رسول الله صلى الله عليه وسلم، في السفر، وأفطر.
“Tidak ada kesulitan bagi orang yang berpuasa, dan tidak ada
kesulitan bagi yang berbuka. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
telah berpuasa dalam safar dan juga berbuka.” (HR. Muslim No. 1113)
Dari Ibnu Abbas juga:
سافر رسول الله صلى الله عليه وسلم في رمضان. فصام حتى بلغ عسفان. ثم
دعا بإنء فيه شراب. فشربه نهارا. ليراه الناس. ثم أفطر. حتى دخل مكة .قال
ابن عباس رضي الله عنهما: فصام رسول الله صلى الله عليه وسلم وأفطر. فمن
شاء صام، ومن شاء أفطر.
“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengadakan perjalanan pada
Ramadhan, dia berpuasa singga sampai ‘Asfan. Kemudian dia meminta
sewadah air dan meminumnya siang-siang. Manusia melihatnya, lalu dia
berbuka hingga masuk Mekkah.” Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma berkata:
“Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berpuasa dan berbuka.
Barang siapa yang mau maka dia puasa, dan bagi yang mau buka maka dia
berbuka.” (Ibid)
Dengan mentawfiq (memadukan) berbagai riwayat yang ada ini, bisa
disimpulkan bahwa anjuran dasar bagi orang yang safar adalah berbuka.
Namun, bagi yang kuat dan sanggup untuk berpuasa maka boleh saja berbuka
atau tidak berpuasa sejak awalnya. Namun bagi yang sulit dan lelah,
maka lebih baik dia berbuka saja. Wallahu A’lam
26. Umrah ketika Ramadhan adalah sebanding pahalanya seperti haji bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
Dari Ibnu ‘Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam berkata kepada seorang wanita Anshar bernama Ummu
Sinan:
فَإِنَّ عُمْرَةً فِي رَمَضَانَ تَقْضِي حَجَّةً أَوْ حَجَّةً مَعِي
“Sesungguhnya Umrah ketika bulan Ramadhan sama dengan memunaikan haji
atau haji bersamaku.” (HR. Bukhari No. 1863, Muslim No. 1256)
27. Tentang Lailatul Qadar
Secara spesifik, Lailatul Qadar ada pada sepuluh malam terakhir atau
tujuh malam terakhir. Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
فَمَنْ كَانَ مُتَحَرِّيهَا فَلْيَتَحَرَّهَا مِنْ الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ
“Maka, barangsiapa yang ingin mendapatkan Lailatul Qadar, maka carilah pada sepuluh malam terakhir.” (HR. Bukhari No. 1105)
Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
أَنَّ رِجَالًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أُرُوا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْمَنَامِ فِي السَّبْعِ
الْأَوَاخِرِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَرَى رُؤْيَاكُمْ قَدْ تَوَاطَأَتْ فِي السَّبْعِ الْأَوَاخِرِ فَمَنْ
كَانَ مُتَحَرِّيهَا فَلْيَتَحَرَّهَا فِي السَّبْعِ الْأَوَاخِرِ
“Sesungguhnya seorang laki-laki dari sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam melihat Lailatul Qadr pada mimpinya pada tujuh hari terakhir.
Maka bersabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Saya melihat
mimpi kalian telah bertepatan pada tujuh malam terakhir, maka
barangsiapa yang ingin mendapatkan Lailatul Qadar, maka carilah pada
tujuh malam terakhir.” (HR. Bukhari No. 1911, 6590, Muslim No.1165 Ibnu
Hibban No. 3675, Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 8327, Ibnu
Khuzaimah No. 2182, Malik dalam Al Muwaththa’ No. 697
Bagaimanakah maksud tujuh malam terakhir? Tertulis penjelasannya dalam Shahih Ibnu Khuzaimah, sebagai berikut:
قال أبو بكر هذا الخبر يحتمل معنيين أحدهما في السبع الأواخر فمن كان أن
يكون صلى الله عليه وسلم لما علم تواطأ رؤيا الصحابة أنها في السبع الأخير
في تلك السنة أمرهم تلك السنة بتحريها في السبع الأواخر والمعنى الثاني أن
يكون النبي صلى الله عليه وسلم إنما أمرهم بتحريها وطلبها في السبع
الأواخر إذا ضعفوا وعجزوا عن طلبها في العشر كله
Berkata Abu Bakar: Khabar ini memiliki dua makna. Pertama, pada malam
ke tujuh terakhir karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tatkala
mengetahui adaya kesesuaian dengan mimpi sahabat bahwa Lailatul Qadr
terjadi pada tujuh malam terakhir pada tahun itu, maka beliau
memerintahkan mereka pada tahun itu untuk mencarinya pada tujuh malam
terakhir. Kedua, perintah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kepada para
sahabat untuk mencari pada tujuh malam terakhir dikaitkan jika mereka
lemah dan tidak kuat mencarinya pada sepuluh hari semuanya. (Lihat
Shahih Ibnu Khuzaimah No. 2182)
Makna ini diperkuat lagi oleh hadits yang menunjukkan alasan kenapa
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan mengintai tujuh
hari terakhir.
Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْتَمِسُوهَا
فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ يَعْنِي لَيْلَةَ الْقَدْرِ فَإِنْ ضَعُفَ
أَحَدُكُمْ أَوْ عَجَزَ فَلَا يُغْلَبَنَّ عَلَى السَّبْعِ الْبَوَاقِي
Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Carilah dia
pada sepuluh malam terakhir (maksudnya Lailatul Qadar) jika kalian
merasa lemah atau tidak mampu, maka jangan sampai dikalahkan oleh tujuh
hari sisanya.” (HR. Muslim No. 1165, 209)
- Kemungkinan besar adalah pada malam ganjilnya
Kemungkinan lebih besar adalah Lailatul Qadr itu datangnya pada malam ganjil sebagaimana hadits berikut:
Dari Abu Said Al Khudri Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
فَإِنِّي أُرِيتُ لَيْلَةَ الْقَدْرِ وَإِنِّي نُسِّيتُهَا وَإِنَّهَا فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ فِي وِتْرٍ
“Seseungguhnya Aku diperlihatkan Lailatul Qadar, dan aku telah
dilupakannya, dan saat itu pada sepuluh malam terakhir, pada malam
ganjil.” (HR. Bukhari No. 638, 1912, 1923)
Dalam riwayat lain:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي
الْوِتْرِ مِنْ الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
“Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam bersabda: “Carilah oleh kalian Lailatul Qadar pada malam
ganjil dari sepuluh malam terakhir Ramadhan.” (HR. Bukhari No. 1913)
Ada dua pelajaran dari dua hadits yang mulia ini. Pertama, Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sendiri tidak tahu persis kapan datangnya
Lailatu Qadar karena dia lupa. Kedua, datangnya Lailatul Qadar adalah
pada malam ganjil di sepuluh malam terakhir.
- Malam ke 24, 25, 27 dan 29?
Imam Bukhari meriwayatkan, dari Ibnu ‘Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, katanya:
التمسوا في أربع وعشرين
“Carilah pada malam ke 24.” (Atsar sahabat dalam Shahih Bukhari No. 1918)
Imam Bukhari juga meriwayatkan, dari ‘Ubadah bin Ash Shamit
Radhiallahu ‘Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
bersabda:
فَالْتَمِسُوهَا فِي التَّاسِعَةِ وَالسَّابِعَةِ وَالْخَامِسَةِ
“Maka carilah Lailatul Qadar pada malam ke sembilan, tujuh, dan lima
(pada sepuluh malam terakhir, pen).” (HR. Bukhari No. 49, 1919)
Berkata seorang sahabat mulia, Ubay bin Ka’ab Radhiallahu ‘Anhu:
وَاللَّهِ إِنِّي لَأَعْلَمُ أَيُّ لَيْلَةٍ هِيَ هِيَ اللَّيْلَةُ
الَّتِي أَمَرَنَا بِهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ بِقِيَامِهَا هِيَ لَيْلَةُ صَبِيحَةِ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ
وَأَمَارَتُهَا أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ فِي صَبِيحَةِ يَوْمِهَا بَيْضَاءَ
لَا شُعَاعَ لَهَا
“Demi Allah, seseungguhnya aku benar-benar mengetahui malam yang
manakah itu, itu adalah malam yang pada saat itu Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam memerintahkan kami untuk shalat malam, yaitu malam
yang sangat cerah pada malam ke 27, saat itu tanda-tandanya hingga
terbitnya matahari, pada pagi harinya putih terang benderang, tidak ada
panas.” (HR. Muslim No. 762)
Bukan hanya Ubay bin Ka’ab, tapi juga sahabat yang lain. Salim meriwayatkan dari ayahnya Radhiallahu ‘Anhu, katanya:
رَأَى رَجُلٌ أَنَّ لَيْلَةَ الْقَدْرِ لَيْلَةُ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ
فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرَى رُؤْيَاكُمْ
فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ فَاطْلُبُوهَا فِي الْوِتْرِ مِنْهَا
“Seorang laki-laki melihat Lailatul Qadr pada malam ke 27. Maka, Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: Aku melihat mimpi kalian pada
sepuluh malam terakhir, maka carilah pada malam ganjilnya.” (HR. Muslim
No. 1165)
Inilah riwayat yang dijadikan pegangan oleh jumhur ulama, bahwa
kemungkinan besar Lailatul Qadr adalah pada malam ke 27. Namun,
perselisihan tentang kepastiannya sangat banyak, sehingga bisa dikatakan
bahwa jawaban terbaik dalam Kapan Pastinya Lailatul Qadr adalah wallahu
a’lam.
Berkata Al Hafizh Ibnu Hajar Al ‘Asqalani Rahimahullah:
وَقَدْ اِخْتَلَفَ الْعُلَمَاء فِي لَيْلَة الْقَدْر اِخْتِلَافًا
كَثِيرًا . وَتَحَصَّلَ لَنَا مِنْ مَذَاهِبهمْ فِي ذَلِكَ أَكْثَر مِنْ
أَرْبَعِينَ قَوْلًا
“Para ulama berbeda pendapat tentang Lailatul Qadr dengan perbedaan
yang banyak. Kami menyimpulkan bahwa di antara pendapat-pendapat mereka
ada lebih 40 pendapat.” (Fathul Bari, 4/262. Darul Fikr)
28. Doa ketika Lailatul Qadar
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengajarkan doa khusus untuk kita baca ketika Lailatul Qadar.
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ إِنْ
عَلِمْتُ أَيُّ لَيْلَةٍ لَيْلَةُ الْقَدْرِ مَا أَقُولُ فِيهَا قَالَ
قُولِي اللَّهُمَّ إِنَّكَ عُفُوٌّ كَرِيمٌ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ
عَنِّي
Dari ‘Aisyah dia berkata “Aku berkata: Wahai Rasulullah, apa
pendapatmu jika aku mengetahui bahwa pada suatu malam adalah Lailatul
Qadar, apa yang aku ucapkan?” Beliau menjawab: “Ucapkanlah, ‘Allahumma
innaka ‘afuwwun karim tuhibbul ‘afwa fa’fu’anni.” (HR. At Tirmidzi No.
3513, At Tirmidzi berkata: hasan shahih. Ibnu Majah No. 3850. Syaikh Al
Albani menshahihkannya. Lihat As Silsilah Ash Shahihah No. 3337,
Shahihul Jami’ No. 4423, dan lainnya)
29. Orang yang tidak berpuasa tanpa alasan
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, secara marfu’:
مَنْ أَفْطَرَ يَوْمًا مِنْ رَمَضَانَ مِنْ غَيْرِ عُذْرٍ وَلَا مَرَضٍ لَمْ يَقْضِهِ صِيَامُ الدَّهْرِ وَإِنْ صَامَهُ
Barang siapa yang tidak berpuasa pada Ramadhan tanpa adanya uzur,
tidak pula sakit, maka tidaklah dia bisa menggantikannya dengan puasa
sepanjang tahun, jika dia melakukannya. (HR. Bukhari No. 1934)
Dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
عرى الاسلام، وقواعد الدين ثلاثة، عليهن أسس الاسلام، من ترك واحدة
منهن، فهو بها كافر حلال الدم: شهادة أن لا إله إلا الله، والصلاة
المكتوبة، وصوم رمضان
Tali Islam dan kaidah-kaidah agama ada tiga, di atasnyalah agama
Islam difondasikan, dan barangsiapa yang meninggalkannya satu saja, maka
dia kafir dan darahnya halal ( untuk dibunuh), (yakni): Syahadat Laa
Ilaaha Illallah, shalat wajib, dan puasa Ramadhan.” (HR. Abu Ya’ala No.
2349, Alauddin Al muttaqi Al Hindi dalam Kanzul ‘Ummal No. 23, juga Ad
Dailami dan dishahihkan oleh Imam Adz Dzahabi. Berkata Hammad bin Zaid:
aku tidak mengetahui melainkan hadits ini telah dimarfu’kan kepada Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Al Haitsami mengatakan sanadnya hasan,
Majma’ Az Zawaid, 1/48. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah. Tetapi didhaifkan oleh
Syaikh Al Albani Rahimahullah)
Berkata Imam Adz Dzahabi Rahimahullah:
وعند المؤمنين مقرر: أن من ترك صوم رمضان بلا مرض، أنه شر من الزاني،
ومدمن الخمر، بل يشكون في إسلامه، ويظنون به الزندقة، والانحلال.
“Bagi kaum mukminin telah menjadi ketetapan bahwa meninggalkan puasa
Ramadhan padahal tidak sakit adalah lebih buruk dari pezina dan pemabuk,
bahkan mereka meragukan keislamannya dan mencurigainya sebagai zindiq
dan tanggal agamanya.” (Syaikh Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, 1/434. Lihat
juga Imam Al Munawi, Faidhul Qadir, 4/410. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah)
Wallahu A’lam
Label :
ramadhan
5
cari hadist: 2013
1. Berpuasa karena melihat hilal, berhari raya juga karena melihat hilal, jika tertutup awan maka genapkan hingga tiga puluh hari Dari A...
Langganan:
Komentar (Atom)